Dosen
:
No. Kelompok:
Hj.
Tasriani S.Ag M.Ag
5
ISLAM DI VIETNAM DAN
MYANMAR
Nama
kelompok:
Rizka Maulita
Rizki Indra Makmur
Rizki Widodo
Saleh Rifai
Samiun Kasri
Defri Andesta
JURUSAN
MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan
dalam menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Islam di Vietnam dan Myanmar”
Makalah ini disusun agar pembaca dapat
mengetahui tentang “Islam di
Vietnam dan Myanmar”
yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun
oleh penulis dengan berbagai rintangan baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Tak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing dan teman-teman yang telah
memberi kontribusi baik secara langsung mupun tidak langsung.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya, penulis menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima
saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah yang lebih baik.
Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Pekanbaru, 23 November 2016
Penulis
i
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ ii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang................................................................................................... 1
1.2.Rumusan masalah.............................................................................................. 1
1.3.Tujuan Penulisan................................................................................................ 1
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1. Sejarah masuknya Islam di Vietnam................................................................ 2
2.2. Sejarah kerajaan Islam yang ada di
Vietnam.................................................... 4
2.3. Sejarah masuknya Islam di Myanmar............................................................... 11
2.4. Respon pemerintah terhadap Islam di
Myanmar.......................................
19
BAB 3 PENUTUP
3.1.Kesimpulan................................................................................................ 23
3.2.Saran.......................................................................................................... 23
Daftar Pustaka..................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Vietnam merupakan negara Republik Sosialis
dan salah satu negara AsiaTenggara yang terletak di antara Kamboja dan Republik
Laos di bagian barat dan Cina di bagian utara. Vietnam
juga merupakan negeri animisme yang memiliki banyak sejarah yang berdiri
sejak 4 ribu tahun lalu dan terdiri dari lebih 50 suku, dan setiap suku
memiliki dan berbicara dengan bahasa sendiri-sendiri, sementara bahasa
Vietnam merupakan bahasa resmi mereka.
Kalau mendengar islam di Myanmar pasti
lebih dikenal dengan islam rohingya. Sebenarnya islam di Myanmar ada beberapa
tempat bukan hanya di rohingnya. Namun komunitas islam tersebut tidak terlalu
menonjol. Untuk lebih jelasnya saya akan bahas mengenai sejarah
perkembangan islam di Myanmar dari beberapa sumber yang saya kutip.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana
sejarah masuknya Islam di Vietnam ?
1.2.2.
Bagaimana
sejarah kerajaan Islam yang ada di Vietnam ?
1.2.3.
Bagaimana
sejarah masuknya Islam di Myanmar ?
1.2.4.
Bagaimana
respon pemerintah terhadap Islam di Myanmar ?
1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1.
Untuk
mengetahui sejarah masuknya Islam di Vietnam
1.3.2.
Untuk
mengetahui sejarah kerajaan Islam yang ada di Vietnam
1.3.3.
Untuk
mengetahui sejarah masuknya Islam di Myanmar
1.3.4.
Untuk
mengetahui respon pemerintah terhadap Islam di Myanmar
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. VIETNAM
2.1.1. Sejarah masuknya Islam di
Vietnam
Vietnam pernah dikritik karena menjadi
negara yang tidak ramah bahkan represif terhadap pemeluk agama, terutama bagi
penganut Islam. Padahal, Vietnam termasuk negeri paling pertama di Asia
yang bersentuhan dengan Islam. Disebutkan, pada tahun 650 Khalifah Ustman bin
Affan sudah mengirim utusan resmi yang pertama ke daerah Vietnam sekarang yang
pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Tang di Cina.
Bukti lain menyebutkan bahwa sebenarnya
Islam masuk ke Vietnam mulai akhir abad ke-11, yang dibawa oleh para pedagang
India, Arab dan Persi yang singgah ke kawasan itu. Namun jumlah pemeluk Islam
di Vietnam mulai meningkat ketika Kesultanan Malaka memperluas wilayah di saat
Kerajaan Champa runtuh pada tahun 1471. Namun Islam belum menjadi agama yang
dikenal secara luas di kalangan Cham sampai pertengahan abad ke-17. Islam baru
mulai dikenal dan jumlah pemeluknya bertambah ketika sekitar pertengahan abad
ke-19, banyak Muslim Cham beremigrasi dari Kamboja dan menetap di daerah Sungai
Mekong.
Pada awal abad ke-20, ketika Vietnam
menjadi jajahan Perancis, kaum Melayu Islam mulai memiliki pengaruh kuat
pada orang Cham, dan masjid-masjid serta madrasah banyak didirikani di daerah
Selatan. Sejak masa itu, para ulama Melayu mulai memberi khutbah di
masjid-masjid dalam bahasa Melayu, dan mulai banyak orang belajar ke
madrasah-madrasah yang didirikan oleh orang Malayu Cham.
Setelah kemerdekaan Vietnam, terutama selama
masa perang (1957-1975), kehidupan orang-orang Islam relatif terisolasi bahkan
disisihkan. Nasib mereka bertambah malang setelah perang berakhir dan seluruh
Vietnam dikuasai Partai Komunis. Tahun pertama masa Republik Sosialis Vietnam
yang ditandai reunifikasi (penyatuan kembali seluruh Vietnam), kehidupan umat
Islam makin tertekan. Mereka dilaporkan memang tidak mengalami kekerasan
fisik, namun banyak masjid ditutup oleh pemerintah dan orang-orang Islam
dilarang berhubungan bahkan berbicara dengan orang asing.
Tekanan tersebut membuat banyak di
antara penduduk Muslim Vietnam yang kemudian memilih meninggalkan negeri
mereka. Setelah berdirinya Republik Sosialis Vietnam pada tahun 1976, tercatat
sekitar 55.000 muslim Cham beremigrasi ke Malaysia, dan 1.750 orang lainnya
diterima sebagai imigran oleh Negara Yaman.
Terjadinya gelombang imigrasi yang hebat
dari para Muslim Vietnam ini tidak lepas dari perubahan politik dan kekuasaan
di negara itu. Mereka yang tetap tinggal, disebutkan memang tidak mendapatkan
penganiayaan dan kekerasan. Namun mereka tidak dapat beribadah menurut keyakinannya
dan mengklaim bahwa masjid-masjid banyak yang ditutup oleh pemerintah.
2.1.2. Setelah Doi Moi
Kehidupan orang Islam di Vietnam
membaik sejak Pemerintah Sosialis melancarkan kebijakan Doi Moi (Renovasi)
tahun 1986, dan negeri itu mulai membuka diri terhadap dunia luar dan
investasi asing. Sejak itu, orang asing yang datang ke Vietnam mulai diizinkan
untuk berbicara dengan Muslim pribumi dan melakukan ibadah shalat bersama
mereka. Kelompok atau komunitas Muslim mulai dibolehkan mengorganisasikan diri
mereka, dan masjid-masjid diizinkan kembali untuk digunakan sebagai tempat
ibadah, dan madrasah-madrasah juga dibolehkan memberikan pelajaran agama Islam.
Di Ho Chi Minh City sudah berdiri sebuah
Yayasan Islam sejak tahun 1991. Sementara di An Gian, provinsi di perbatasan
dengan Kamboja, organisasi umat Islam serupa sudah terbentuk pula sejak tahun
2004. Organisasi komunitas Islam ini mempunyai peran melayani dan
menfasilitasi berbagai urusan umat Islam di selantan Vietnam tersebut. Misalnya
mengumpulkan dana untuk kegiatan dakwah dan pendidikan umat Islam sampai
mencarikan beasiswa dan mengirim pelajar-pelajar muslim ke berbagai negara.
Organisasi
dan Yayasan Islam itu melakukan hubungan dengan negara-negara Islam dan
organisasi Islam internasional, terutama untuk mendapatkan kesempatan
pendidikan melalui beasiswa bagi pemuda-pemuda Muslim Vietnam. Di antara negara
yangmenampung pelajar Islam Vietnam adalah Malaysia, Indonesia, Arab Saudi,
Libya dan Mesir. Selain di sekolah agama, mereka juga belajar di perguruan atau
universitas umum. Negara yang menampung mahasiswa Vietnam terbanyak adalah
Malaysia dengan 50 pelajar dan mahasiswa –30 di antaranya belajar di
Universitas Islam Antarbangsa. Sementara di Saudi terdapat 15 orang, di Libya 5
orang, di Mesir 3 orang.
Sebagian mereka ada yang telah lulus dan
kembali ke negara mereka. Mereka yang berhasil memperoleh ilmu terapan, rata-rata
mendapatkan pekerjaan di berbagai perusahaan yang beragam. Namun mereka yang
bersekolah atau kuliah di bidang agama, yang memperoleh ilmu syariah dan
dakwah, umumnya sulit mendapatkan pekerjaan di lembaga pemerintah dan swasta.
Mereka inilah yang memerlukan bantuan negara-negara dan organisasi Islam
internasional untuk bekerja di bidang dakwah, seperti menjadi imam masjid dan
mubaligh, yang tentu saja perlu mendapatkan penghasilan untuk menghidupi
keluarga mereka.
Duta Besar RI di Hanoi, Mayerfas,
mengakui bahwa umat Islam di Vietnam kini sudah mulai bebas menjalankan agama
mereka. Sejak sepuluh tahun terakhir, sejumlah masjid baru diizinkan dibangun
atas bantuan negara-negara dan organisasi Islam internasional. Masjid terbesar
di Vietnam kini terdapat di Xuan Loc, Provinsi Dong Nai, Vietnam Selatan.
Masjid yang dibuka sejak tahun 2006 itu pembangunannya dibiayai oleh Arab
Saudi.
Namun di Kota Hanoi sendiri, bahkan di
seluruh kawasan Vietnam Utara, hanya terdapat satu masjid sebagai sarana
ibadah umat Islam yang rata-rata adalah keturunan asing, diplomat dan staf
kedutaan negara-negara Islam. Masjid Al-Noor yang terletak di kawasan padat
kota tua Hanoi itulah satu-satunya tempat “reuni” kaum muslimin setiap hari
Jumat.
2.1.3. Sejarah
Kerajaan Campa
Campa terletak di seberang laut sebelah
selatan propinsi Goangdong (Tiongkok Selatan) demikian menurut catatan Ma Huan
dalam bukunya YingYang Sheng Lan (pemandangan indah di sebrang
samudra) orang berlayar menuju ke sebelah barat daya dari kabupaten
Chang Le, propinsi Fujian (Tiongkok Selatan) bila ada angin buritan
kapal akan sampai di Campa pada hari ke-10. Di sebelah selatan Campa terdapat
kerajaan tetangga bernamaKamboja. Di sebelah barat berbatasan dengan dengan
Laos. Di sebelah laut timur adalah laut besar.
Di bagian timur laut Campa terdapat sebuah
pelabuhan, Xinzhaou (Qoui-Nho) di pantai terdapat sebuah menara batu. Di sana
tempat berlabuh kapal-kapal yang berdatangan. Kampungnya bernama Sri Vijaya dan
dipimpin oleh dua kepala kampong yang mengurus 50-60 kepala keluarga. Kota
Campapura sebagai ibu kota Kerajaan Campa terletak kira-kira 100 li
(puluhan kilometer) di sebelah barat daya kampong itu. Di kota Campapura
terdapat istana sang raja. Tembok kotanya terbuat dari batu dan berpintu empat.
Pintu gerbangnya dijaga ketat.
Kerajaan Champa (bahasa
Vietnam: Chiêm Thành) adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang
sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan, diperkirakan antara
abad ke-7 sampai dengan 1832. Sebelum Champa, terdapat kerajaan yang
dinamakan Lin-Yi (Lam Ap), yang didirikan sejak 192, namun
hubungan antara Lin-Yi dan Campa masih belum jelas. Komunitas masyarakat
Champa, saat ini masih terdapat di Vietnam,Kamboja, Thailand, Malaysia dan Pulau
Hainan (Tiongkok). Bahasa Champatermasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia.
Kerajaan Lin-Yi merupakan inti
pertama negri Campa yang masuk sejarah pada akhir abad ke-2. Sumber-sumber Cina
memberitakan pendiriannya sekitar tahun 192. Pembentukan kerajaan Lin-Yi pada tahun
192 didahului setengah abad sebelumnya, yakni pada tahun 137, dengan usaha
penyerbuaan pertama terhadap Siang-Lin oleh segerombolan orang Bar-Bar yang
kira-kira 1000 jumlahnya yang datang dari luar perbatasan Jen-Nan.
Sebelum terbentuknya Kerajaan Champa,
di daerah tersebut terdapat Kerajaan Lin-Yi (Lam Ap), akan tetapi
saat ini belum diketahui dengan jelas hubungan antara Lin-Yi dan Champa. Lin-Yi
diperkirakan didirikan oleh Seorang pegawai peribumi yang bernama K’iu-Lien
mengambil keuntungan dari merosotnya kekuasaan Dinasti Han akhirnya untuk
membentuk wilayahnya dari sebagian wilayah militer Cina, kemudian menyatakan
diri raja di Sianglin, wilayah yang paling selatan secara kasar dapat disamakan
dengan bagian selatan yaitu di daerah kota Huế yang sekarang menjadi
provinsi Vietnam: Thuathien. Mula-mula Lin-Yi, “ibu kota Lin disangka
kependekan dari Siam-lin Yi, ibu kota-Siang-Lien. Tetapi akhir-akhir ini
dikemukakan Menurut Stein kemungkinannya sebagai nama suku bangsa.
Menurut Mayerfas, Komite Masjid Al-Noor
yang terdiri dari perwakilan negara-negara anggota OKI pernah mengajukan kepada
pemerintah Vietnam untuk dapat membeli tanah bagi membangun masjid baru yang
lebih besar dan representatif. “Namun, surat tersebut tidak (belum) dijawab
oleh pemerintah Vietnam,” kata Mayerfas.
2.1.4.
Wilayah Kekuasaan
Sebelum tahun 1471, Champa merupakan
konfederasi dari 4 atau 5 kepangeranan, yang dinamakan menyerupai nama
wilayah-wilayah kuno di India:
Indrapura – Kota Indrapura saat ini disebut
Dong Duong, tidak jauh dari Da Nang dan Huế sekarang. Da
Nang dahulu dikenal sebagai kota Singhapura, dan terletak dekat lembah My
Son dimana terdapat banyak reruntuhan candi dan menara. Wilayah yang
dikuasai oleh kepangeranan ini termasuk propinsi-propinsi Quảng
Bình, Quảng Trị, dan Thừa Thiên–Huếsekarang ini di Vietnam.
Amaravati – Kota Amaravati menguasai
daerah yang merupakan propinsi Quảng Nam sekarang ini di
Vietnam.
Vijaya – Kota Vijaya saat ini disebut
Cha Ban, yang terdapat beberapa mil di sebelah utara kota Qui Nhon di
propinsi Bình Định di Vietnam. Selama beberapa waktu, kepangeranan
Vijaya pernah menguasai sebagian besar wilayah propinsi-propinsi Quang-Nam,
Quang-Ngai, Binh Dinh, dan Phu Yen.
Kauthara – Kota Kauthara saat ini
disebut Nha Trang, yang terdapat di propinsi Khánh Hòasekarang ini di
Vietnam. Panduranga – Kota Panduranga saat ini disebut Phan Rang,
yang terdapat di propinsi Ninh Thuận sekarang ini di Vietnam.
Panduranga adalah daerah Champa terakhir yang ditaklukkan oleh bangsa Vietnam.
Diantara kepangeranan-kepangeranan
tersebut terdapat dua kelompok atau suku: yaitu Dua dan Cau.
Suku Dua terdapat di Amaravati dan Vijaya, sementara suku Cau terdapat di
Kauthara dan Panduranga. Kedua suku tersebut memiliki perbedaan tata-cara,
kebiasaan, dan kepentingan, yang sering menyebabkan perselisihan dan perang.
Akan tetapi biasanya mereka berhasil menyelesaikan perselisihan yang ada
melalui perkawinan antar suku.
2.1.5. Jumlah
umat Islam dan daerah penyebarannya
Menurut data statistik dari situs departemen
luar negeri Vietnam jumlah umat Islam di Vietnam berjumlah 70.700 ribu jiwa.
Data lain menyebutkan, jumlahnya antara 80.000 ampai 90.000 orang, atau kurang
1 permil jumlah penduduk. Dua pertiga pemeluk Islam orang asli Vietnam berasal
dari suku minoritas Cham yang banyak hidup di daerah Selatan seperti di
Provinsi Binh Thuan, Ninh Thuan, An Giang, Tay Ninh, Dong Nai, dan Ho Chi Minh
City.
Khusus di Ho Chi Minh City (dulu bernama
Saigon), kota terbesar di Vietnam yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa,
terdapat sekitar 10.000 pemeluk Islam, namun di ibukota negara Hanoi jumlahnya
sangat sedikit, tak sampai seribu jiwa dari sekitar 8 juta penduduk kota itu.
Sebagian besar adalah para ekspatriat (pekerja asing) dan diplomat dan staf
kedutaan dari negara-negara Indonesia, Malaysia, India serta perwakilan
negeri-negeri Arab dan Afrika Utara.
Di seluruh Vietnam terdapat sekitar 100
masjid, lebih 99 persen ada di Selatan. Di Kota Hanoi dan seluruh kawasan
Utara hanya ada satu masjid. Itulah Masjid Al-Noor yang dibangun awal abad
ke-20 oleh komunitas kecil pedagang pedagang Arab, India, dan orang-orang
Melayu yang tinggal di kota itu. Permohonan perwakilan negara-negara anggota
OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Vietnam untuk dapat membeli tanah bagi membangun
sebuah masjid yang lebih besar di Hanoi tidak pernah dijawab oleh Pemerintah
Partai Komunis negeri itu.
2.1.6.
Mazhab Yang Diikuti
Terdapat dua mazhab besar umat Islam di Vietnam yaitu
:
1.
Mazhab Sunni
Mazhab Sunni tersebar diseluruh
penjuru negara kecuali dua tempat antara TuanHan dan Ninh Thuan, dan mayoritas
mereka menganut mazhab Syafi’i.
2.
Mazhab Bani
Mazhab Bani tersebar di daerah Ninh
Thuan dan Binh Thuan dan mazhab ini tidak banyak dikenal oleh umat Islam
di dunia karena memiliki ciri khusus domistik dan memiliki pengaruh kuat
warisan dari India yang banyak bertentangan dengan ajaran Islam
yang benar, seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah,
tidak ada perhatiandari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di
tengah mereka ajaran-ajaran syirik, dan tersebar di tengah mereka aktivitas
yang tidak sesuai dengan aqidahyang benar oleh karena kebodohan, sedikitnya
ulama dan para dai.
Dan ketika datang bulan Ramadhan mereka
memisahkan diri dari istri-istri mereka sejak awal bulan hingga akhir, karena
mereka tinggal di masjid selama bulan Ramadhan, dan banyak
lagi permasalahan lainnya yang ada di sana. Boleh jadi phenomena terjadi
oleh karenakebodohan mereka terhadap Islam dan ajaran-ajaran yang sebenarnya,
dan terputusnyahubungan mereka dengan dunia Islam dalam waktu lama sehingga
mereka memilikikeyakinan apa yang dalam Islam dan bahkan hingga mencapai pada
tuduhan bahwamazhab sunni adalah bid’ah. Sebagaimana yang terjadi di sana
adanya perselisihan dan perdebatan tentang tema antara mereka dan mazhab
Sunni.
Pada tahun
1959 sebagai mereka umat Islam bagian selatan, khususnya umat Islam dikota Shai
Ghon, dan terjadi perkenalan dan dialog di tengah mereka tentang Islamsehingga
mereka memahami bahwa jamaah mereka jauh dari hakikat Islam, dan merekamulai
belajar dari mereka ajaran yang benar, dan juga memperbaharui keislaman
merekadan memperbaikinya. Kemudian kelompok ini pulang ke negeri mereka dan
mengajak masyarakat pada ajaran Islam yang bersih dan benar, maka dakwah
itupun berhadapandengan berbagai bentuk penolakan, pendustaan dan tuduhan dari
warga dan menganggapnya
sebagai bid’ah dan khurafat. Namun berkat karunia Allah SWT, mampumemenangkan
agama dari keyakinan yang menyimpang dan agama yang batil yangdiacuhkan kecuali
Allah mampu menyempurnakan cahaya-Nya sehingga sebagianmereka menerima dakwah
ini dengan penuh kepuasan dan kerelaan, dan akhirnya merekamemperbaharui dan
memperbaiki keislaman mereka.
Dan melalui ini terjadi titik tolak
penting dalam sejarah berupa bersinar kembali cahayaIslam di tengah mereka
setelah sebelumnya mengalami kejahilan di negeri mereka dalamwaktu yang lama,
dan akhirnya setiap hari terus bertambah orang-orang yang
memperbaharui keislaman mereka. Kemudian bertambah pula 4 pembangunan masjid di
daerahtersebut, karena keberadaan mereka dalam masjid-masjid yang ada dapat
mengarah pada perbedaan dan perdebatan. Adapun masjid yang dimaksud adalah
masjid Phuic Nhon,masjid An Xuan, masjid Van Lam, dan masjid Nho Lam dan
semuanya terdapat di propinsi Ninh Thuan.
Sementara
itu gerakan pembaharuan tidak mencakup propinsi Ninh Thuan,
sehingga penduduknya tetap berada pada keyakinan tersebut hingga datang
pembaharuan yangdibawa oleh sebagian pemuda Islam mereka pada tahun 2006,
sebagaimana sisa darimereka menerima gerakan ini dan bertambah jumlah mereka,
karena mereka betul-betulmembutuhkan orang yang bisa mengajarkan Islam kepada
mereka.
2.1.7.
Kelompok-kelompok klasik umat Islam
Umat
Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan melalui tulisan
dapat kita bagi pada 3 kelompok:
Kelompok pertama: Muslim Tcham, yang merupakan
kelompok mayoritas.
Kelompok kedua: umat yang berasal dari suku-suku
yang beragam, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri-negeri yang
beragam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India,
Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar
dari jumlah umat Islam secara keseluruhan.
Kelompok ketiga: muslim dari warga Vietnam asli,
dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk setelah berinteraksi dengan para
pedagang muslim dan komunikasi secara baik, seperti kampng Tan Buu pada bagian
kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam
melalui pernikahan.
2.1.8.
Kondisi umat Islam
Umat Islam adalah bagian dari penduduk
negeri, maka dari itu kondisi mereka sangat berhubungan dengan pertumbuhan
negara dan kemajuannya. Dan kondisi negara Vietnam sepanjang tahun terakhir ini
mengalami kemajuan yang pesat dan prestasi yang banyak yang belum pernah
dialami pada pemerintahan sebelumnya. Pada tahun 2007, Vietnam resmi menjadi
anggota organisasi negara perdagangan internasional, setelah mampu
berpartisipasi melakukan perbaikan ekonomi dan meluas jaringannya pada beberapa
tahun terakhir. Karena itulah Vietnam menjadi salah satu dari negara yang mampu
membangun beberapa komponen perbaikan ekonomi dan membuka negara di hadapan
investor asing dan perusahaan-perusahaan swasta dengan jumlah milyaran dollar
untuk menanamkan investasinya di berbagai lini dan sektor yang beragam.
Dan jika dibandingkan dengan kondisi umat
pada kurun sebelumnya umat Islam saat ini mengalami perbaikan, sehingga
sebagian umat Islam mampu keluar dari sangkar kemiskinan dan ketiadaan, bahkan
berubah kondisi hidup mereka. Namun jumlahnya masih terbatas, karena masih
banyak dari umat Islam bahkan dalam jumlah yang begitu besar umat Islam
menghadapi berbagai problema kemiskinan dan permasalahan materi khususnya yang
tinggal di luar dari Ho Chi Minh City.
2.1.9. Pelajar Islam Vietnam
Pada bidang pendidikan, para pelajar Islam
mampu masuk pada sekolah-sekolah negeri, ma’had-ma’had (kejuruan) dan
universitas-universitas baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri.
Dan di antara negara yang dijadikan tempat untuk belajar bagi pelajar Vietnam
adalah Malaysia, Indonesia, Saudi, Libia dan Mesir. dan mereka mempelajari
berbagai bidang ilmu dan spesialis. Dan jumlah pelajar Vietnam yang berada di
Malaysia berjumlah 50 orang, dan yang belajar di UII Kuala Lumpur berjumlah 30
orang dan sisanya di sekolah-sekolah umum dan ma’had-ma’had lainnya. Sementara
di Saudi terdapat 15 orang, di Libia 5 orang, di Mesir 3 orang. Dan sebagian
mereka ada yang telah lulus dan kembali ke negara mereka, kemudian mendapatkan
pekerjaan dan masih bisa melakukan pekerjaan di berbagai perusahaan yang
beragam. Dan kelompok ini adalah yang berhasil meraih ilmu terapan, adapun yang
berhasil mendapatkan ilmu-ilmu syariah seperti kuliah syariah dan kuliah
ushuluddin tidak mendapatkan pekerjaan resmi dan tidak ada lembaga atau yayasan
yang mau menampung mereka. Karena itu mereka sangat membutuhkan dukungan dari
negara-negara Islam atau lembaga-lembaga sosial seperti mengangkat mereka
sebagai duat dan memberikan mereka bantuan materi atau gaji bulanan untuk dapat
melakukan aktivitas dan agenda dakwah di tengah masyarakat mereka dan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
2.1.10. Agenda-agenda dakwah
Dan
untuk merasakan dan memahami keutamaan ini, muslim Vietnam telah ikut andil
pada bidang dakwah ini. Dan dakwah di Vietnam terbagi pada dua kelompok:
- Dakwah yang dilakukan oleh muslim Vietnam di luar negeri dan duat dari berbagai macam lembaga dan yayasan dari luar negeri.
- Dakwah yang dilakukan oleh muslim Vietnam dari dalam negeri.
Dan
di antara agenda dakwah yang dilakukan pada kelompok pertama adalah:
- Mendirikan perkumpulan kelompok muslim yang hijrah ke Amerika perpustakaan Islam atau TU SACH TIM HIEU ISLAM di Amerika. Dan pemiliknya telah banyak menulis buku-buku keagamaan, dan menerjemahkan berbagai macam buku dari bahasa Arab dan Inggris ke bahasa Vietnam. Terutama terjemah makna-makna Al-Qur’an ke bahasa Vietnam yang dilakukan oleh Sayyid Hasan Abdul Karim.
- Muslim Vietnam yang hijrah ke Perancis menerbitkan majalah ” VE NGUON ” setiap 3 bulan sekali, sebagai majalah yang memberikan perhatian dengan makalah-makalah ke Islaman dan berbagai urusan agama dengan menggunakan bahasa Vietnam.
- Menerbitkan Majalah berbahasa vietnam HAI DANG VA DOI SONG di Paris, yang memberikan perhatian pada penyebaran informasi terkini dan penting tentang Islam seperti penemuan-penemuan ilmiah dan lain-lainnya. Dan pemilik majalah tersebut telah mendirikan website khusus di internet untuk menyebarkan berbagai artikel yang ada di majalah yaitu www.haidang.org dan www.chanlyislam.net yang mana keduanya memiliki peranan penting dalam menyebarkan permasalahan yang berhubungan dengan agama Islam.
- Usaha lembaga An-Nuur charity dalam mengurusi pelajar Vietnam dengan bentuk tarbiyah, sebagaimana berusaha mewujudkan adanya hubungan kerja sama dan saling kenal antar pelajar.
Dan
di antara agenda dakwah yang dilakukan oleh muslim Vietnam di dalam negerinya
adalah:
- Mengajarkan Al-Qur’an dan berbagai permasalahan tentang agama yang sesuai kepada anak-anak mereka di sekolah-sekolah yang berdekatan dengan masjid pada waktu sore hari.
- Peranan Jamaah Tabligh (JT) dalam mengingatkan manusia terhadap dan ajaran-ajarannya.
- Kerja keras personal
2.1.11. Lembaga-lembaga dan yayasan-yayasan
- Perwakilan muslim Ho Chi Minh City, atau yayasan Islam. Yayasan ini didirikan pada tahun 1991, dan pusatnya di Ho Chi Minh City, dan yayasan tersebut memberikan perhatian terhadap berbagai urusan umat Islam yang di temukan di kota tersebut.
- Perwakilan muslim An Giang. Dan perwakilan ini di dirikan pada tahun 2004, dan pusatnya terletak di perbatasan An Giang. Dan perwakilan ini menjadi lembaga penting bagi warga muslim di perbatasan ini.
2.2. MYANMAR
2.2.1. Sejarah Perkembangan Islam di Myanmar .
Bermula dari abad ke 7, para pedagang Arab
datang dari Madagaskar melakukan perjalanan ke Cina melalui kepulauan India Timur, berhenti di Thaton dan Martaban.
Orang laut Bago, mungkin menjadi Muslim, juga tercatat oleh para sejarawan Arab
abad ke 10. Mengikuti perjalanan ini, pelaut dan tentara Muslim Burma
dilaporkan telah melakukan perjalanan ke Melaka selama pemerintahan Sultan
Parameswara pada abad ke 15. Dari abad ke 15 hingga 17, ada beberapa catatan
dari para pelaut, pedagang, dan penduduk Muslim Burma tentang seluruh pesisir
Burma : pantai Arakan, (Rakhine), delta Ayeyarwady dan pantai dan kepulauan
Tanintharyi. Pada abad ke 17, Muslim menguasai perdagangan dan menjadi kuat.
Mereka diangkat menjadi Gubernur Mergui, Raja Muda Propinsi Tenasserim,
Penguasa Pelabuhan, Gubernur Pelabuhan dan Shahbandar (para pegawai pelabuhan
senior)
Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar
pada tahun 1055 yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady Burma, yang terletak di
pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke 9, sebelum pendirian
imperium pertama Burma oleh Raja Anawrahta dari Bagan.Para saudagar Arab yang
beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung
Tanintharyi, dan Daerah Rakhin.Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh
orang-orang Eropa, Cina dan Persia.Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat
ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu.Selain itu, beberapa warga
Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan.
Dalam tulisan-tulisan pelaut Arab dan
Persia pada masa itu terdapat catatan tentang Burma. Ibn Khordadhbeh, Sulaiman,
Ibn al-Faqih dan al-Maqdisi yang melintasi kawasan ini pada abad ke-9 dan 10 M
telah mencatatkan aktivitas pedagang-pedagang Islam di Burma ketika itu.
Diantara mereka ada yang singgah di burma untuk berdagang dan ada pula yang
menanti angin sebelum meneruskan pelayaran mereka ke timur atau balik ke India
atau tanah Arab. Ada juga di antara mereka yang akhirnya menetap di burma
karena kapal yang mereka tumpangi rusak atau tenggelam. Mereka yang agak lama
tinggal di Burma ini akhirnya menikah dengan penduduk setempat yang beragama
Budha, sehingga terbentuklah komunitas Islam di pelabuhan-pelabuhan negara itu.
Orang-orang keturunan Islam ini dikenal
sebagai Pathee atau Kala.Perkawinan campuran ini telah menyebabkan tersebarnya
agama Islam di sekitar kota-kota pelabuhan di Burma terutama setelah abad ke-10
M. Duarte Barbosa, seorang pengembara Portugis yang berkunjung ke India antara
tahun 1501-1516 M juga menyebutkan tentang pesatnya perdagangan yang dijalankan
oleh orang Islam antara Burma dan India. Diantara barang komoditi yang dibawa
oleh kapal-kapal dagang Islam itu adalah gula, batu permata (delima), kapas,
sutera, tembaga, perak, herba, dan obat-obatan. Kehadiran orang Islam di Burma
ini nampaknya tidak menyenangkan penduduk pribumi.Mereka sering diganggu
terutama setelah kedatangan orang Barat ke Burma.Namun demikian orang Islam
yang telah menjadikan Burma sebagai tanah air mereka terus tinggal berkelompok
dipinggir pantai sekitar pelabuhan dan menjadi komunitas yang dikenal sebagai
orang Burma Islam (Muslim Burmese).
Burma memiliki sejarah panjang tentang
pendudukan oleh para tawanan perang Muslim. Pada tahun 1613, Raja Anaukpetlun
menangkap Thanlyin atau Syriam. Para prajurit upahan Muslim India di tangkap
dan kemudian menetap di Myedu, Sagaing, Yamethin dan Kyaukse, wilayah utara
Shwebo. Raja Sane (Say Nay Min Gyi) membawa beberapa ribu tawanan perang Muslim
dari Sandoway dan menetap di Myedu pada tahun 1707 AD. Tiga ribuan Muslim dari
Arakan menjadi pengungsi dibawah Raja Sane pada tahun 1698-1714. Mereka terbagi
dan bertempat tinggal di Taungoo, Yamethin, Nyaung Yan, Yin Taw, Meiktila, Pin
Tale, Tabet Swe, Bawdi, Syi Tha, Syi Puttra, Myae Du dan Depayin. Dekrit Raja
ini telah disalin dari Perpustakaan kerajaan di Amarapura pada tahun 1801 oleh
Kyauk Ta Lone Bo. Pada pertengahan abad 18, Raja Alaungpaya menyerang Assam dan
Manipur India, kemudian membawa banyak orang Islam untuk menetap di Burma.
Orang-orang Islam inilah yang kemudian berasimilasi untuk membentuk cikal bakal
Muslim Burma. Selama kekuasaan raja Bagyidaw (1819-1837), Maha Bandula
menyerang Assam dan membawa kembali 40.000 tawanan perang, kebanyakan dari
mereka adalah kaum Muslimin.
Pada umumnya masyarakat muslim di Burma
terbagi dalam tiga komunitas yang berbeda, dan masing-masing komunitas muslim
ini mempunyai hubungan yang berbeda-beda dengan mayoritas masyarakat Budha dan
pemerintah. Komunitas muslim yang terdapat di Myanmar yaitu:
1)
Muslim Burma atau Zerbadee, merupakan komunitas yang paling lama
berdiri dan berakar di wilayah Shwebo. Diperkirakan mereka merupakan keturunan
dari para mubalig yang datang dari timur tengah dan Asia selatan serta penduduk
muslim awal yang kemudian beranak pinak dengan masyarakat Burma.
2)
Muslim India, Imigran Keturunan India, merupakan komunitas muslim yang
terbentuk seiring kolonisasi Burma oleh Inggris.
3)
Muslim Rohingya (Rakhine) yang bermukim di Negara bagian Arakan atau
Rakhine, yang berbatasan dengan Bangladesh.
Pada
masa itu sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut,
saudagar dan tentara. Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat
politik Kerajaan Burma.
2.2.2.
Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Burma
Muslim
pertama yang tercatat dalam sejarah Burma (dicatat dalamHmannan
Yazawin atau Glass Palace Chronicle ) adalah Byat Wi selama
pemerintahan Mon, seorang Raja Thaton, sekitar tahun 1050 AD. Dia dibunuh
bukan karena dia seorang Muslim, tetapi karena raja mengkhawatirkan
kekuatannya.
2.2.3.
Shwe Byin saudara dieksekusi
Kedua
anak kakak Wi Byat Byat Ta, yang dikenal sebagai saudara Byin Shwe, adalah
anak-anak dihukum mati karena mereka menolak untuk mematuhi perintah kerja
paksa raja, mungkin karena kepercayaan agama mereka. Tetapi yakin bahwa
mereka membunuh bukan karena mereka Muslim atau karena mereka gagal untuk
memberikan kontribusi terhadap pembangunan pagoda tetapi karena raja atau orang
berjalan di koridor kekuasaan di istana khawatir tentang popularitas dan
keterampilan. Ini jelas tercatat dalam Istana Kaca Chronicle dari
Raja-raja Burma bahwa mereka tidak lagi dipercaya.
2.2.4.
Pembunuhan Yaman Kan Nga
Rahman
Khan (Nga Yaman Kan) adalah muslim lain dibunuh karena alasan politik, karena
pengkhianatan kepada raja sendiri dan jelas bukan sebagai penganiayaan agama.
Selama waktu perang, pahlawan nasional terkenal Raja Kyansittha dikirim pemburu
sebagai penembak jitu untuk membunuh dia.
2.2.5.
Pembantaian di Arakan
Lain pembunuhan massal Muslim di Arakan
mungkin bukan karena alasan religius, tapi mungkin karena hanya politik dan
keserakahan.Shah Shuja adalah putra kedua dari Kaisar Mogul Shah
Jahan yang membangun Taj Mahal yang terkenal dari India. Shah Shuja kehilangan saudaranya dan
melarikan diri dengan keluarganya dan tentara ke Arakan. Raja Arakan
Sandathudama (1652-1687 M), memungkinkan dia untuk menetap di sana. Dia ingin
membeli kapal untuk pergi ke Mekah dan bersedia membayar dengan perak dan emas.
Tetapi raja Arakan meminta putrinya dan juga menjadi serakah karena kekayaannya
Akhirnya setelah upaya gagal diduga pada pemberontakan sultan dan semua pengikutnya
tewas. Orang-orang terlihat memiliki jenggot, simbol Islam, dipenggal
kepalanya, bukan karena mereka Muslim, tetapi karena mereka dengan mudah
diidentifikasi dari orang lain dengan fitur ini. Wanita itu dimasukkan ke dalam
penjara dan membiarkan mereka mati karena kelaparan. Oleh karena itu,
pembantaian ditargetkan pada pengungsi muslim dari India bukan karena agama
mereka, Islam, tetapi untuk alasan ekonomi atau politik.
2.2.6.
Keadaan Muslim di Bawah Raja Bayintnaung
Muslim
bertugas di bawah raja Burma Bayintnaung (1550-1589 M).]Pada tahun 1559 Masehi
setelah menaklukkan Baru (Pegu) ia melarang umat Islam dari
memiliki halal makan kambing dan ayam dengan tidak memungkinkan
mereka untuk membunuh hewan-hewan ini dalam nama Allah .Dia menunjukkan beberapa
intoleransi agama dan telah memaksa beberapa rakyatnya untuk mendengarkan
khotbah Buddha dan beberapa bahkan kata yang akan dikonversi dengan
kekerasan.Dia juga batasan tersebut Adha Edil, Kurbani pengorbanan sapi.
2.2.7.
Keadaan Muslim di Bawah Raja Alaungpaya
Raja Alaungpaya (1752-1760)
muslim dilarang untuk melakukan halal pada ternak.
2.2.8.
Keadaan Muslim di Bawah Kekuasaan Raja Bodawpaya
Raja
Bodawpaya (1782-1819) menahan empat terkenal Burma Muslim Moulvis (Imam) dari
Myedu dan membunuh mereka di Ava, ibu kota, setelah mereka menolak untuk makan
daging babi. Menurut Muslim Myedu dan Burma versi Islam ada tujuh gelap
hari setelah eksekusi itu dan raja kemudian meminta maaf dan diakui mereka
sebagai orang-orang kudus.
2.2.9.
Sejarah dan Perkembangan Islam Rohingya
Populasi Islam di Myanmar sempat
meningkat pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim
India yang bermigrasi ke Myanmar.Tapi, populasi umat Islam semakin menurun
ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941. Sebagian besar
Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara.
Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma.
Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni
muslim Persia di Myanmar ini tercatat di buku Chronicles of China di 860. Umat
muslim asli Myanmar disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon, nama
Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim bertambah di daerah
Pegu, Tenasserim, dan Pathein. Tapi komunitas muslim ini mulai berkurang
seiring dengan bertambahnya populasi asli Myanmar. Pada abad ke-19, daerah
Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India. Pada zaman Raja Bagan yaitu
Narathihpate (1255-1286), pasukan muslim Tatar pimpinan Kublai Khan dan
menguasai Nga Saung Chan. Kemudian, pasukan Kublai Khan ini menyerang daerah
Kerajaan Bagan. Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga menguasai daerah
Bamau.
Daerah Arakan secara geografis terpisah
dengan sebagian besar wilayah negara Myanmar yang menganut agama Buddha.Daerah
tersebut dipisahkan oleh Gunung Arakan. Luas provinsi itu sekitar 20 ribu mil
persegi dan Akyab adalah ibu kota provinsinya. Kata Arakan berasal dari Arkan
(Rukun) yang telah dihuni Muslim selama lebih dari 350 tahun sebelum invasi
Burma.
Nama Rohingya yang kemudian diasosiasikan
sebagai umat Muslim di Myanmar itu diambil dari nama kuno untuk daerah Arakan.
Ada juga yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari
kata“rahma” (rahmat) dalam bahasa Arab atau “rogha” (perdamaian)
dalam bahasa Pashtun. Selain itu, ada pula yang mengaitkannya dengan wilayah
Ruhadi Afghanistan yang dianggap sebagai tempat asal Rohingya. Islam
dikenalkan ke daerah itu oleh pedagang dari Arab yang datang pada abad pertama
dalam kalender Hijriah. Kedatangan tersebut kemudian diikuti oleh banyak
pedagang Muslim yang lain.
Secara genealogis bangsa Rohingya adalah
keturunan India. Mereka menempati Arakan sejak sebelum
Masehi. Dahulu mereka pemeluk agama Hindu, Budha Mahayana dan Animisme.
Ketika para pedagang dari Arab datang ke Arakan tahun 788 M, mereka mulai
pindah kepada agama Islam. Pribumi India yang telah masuk Islam ini
kemudian bergaul dengan para pemukim asing seperti Arab, Persia, Turki, Pathan,
Bengali dan Mongolia. Pemukiman mereka terus berlanjut sepanjang
sejarah. Oleh karena itu, Rohingya bukanlah masyarakat dari satu
ras, tetapi berasal multi-rasial. Namun, sebagian besar Rohingya
memang merupakan keturunan India.
Pada 1406 M. Raja Naramakhbala yang
merupakan penguasa Arakan, sedang dalam kondisi sulit karena mendapat serangan
dari Raja Burma. Untuk bisa mengatasi situasi sulit itu, sang raja kemudian
mengungsi dan meminta bantuan kepada Sultan Nasiruddin dari Bengal. Dalam
prosesnya, setelah 24 tahun lamanya. Raja Naramkhbala kemudian memeluk
Islam.Namanya pun berganti menjadi Suleiman Shah.Lalu, dengan bantuan dari
Bengal, Raja Arakan itu berhasil merebut kembali kerajaannya dari Raja Burma.
Tahun 1420 M adalah era monumental. Karena
pada saat itulah, Arakan dideklarasikan sebagai sebuah negara Islam di bawah
kepemimpinan Suleiman Shah.Kekuasaannya bertahan hingga 350 tahun. Hingga pada
1784, negara Arakan kembali dikuasai oleh Pasukan Buddha dari Burma. Arakan
kemudian dimasukkan ke wilayah Burma karena takut dengan perkembangan
penyebaran Islam. Peninggalan sejarah Islam berupa masjid dan madrasah
dihancurkan. Tidak hanya itu, ulama dan da’i-pun dibunuh.
Setelah
itu daerah Arakan dikuasai Inggris pada tahun 1824. Pada tahun 1947 M,
menjelang kemerdekaan Burma diadakan kofrensi di kota Peng Long untuk persiapan
menyambut kemerdekaan. Semua etnis diundang dalam acara tersebut kecuali
muslimin Rohingya untuk menjauhkan mereka dari kelangsungan sejarah dan
penentuan nasib mereka. Pada tanggal 4 Januari tahun 1948 M, Inggris memberikan
kemerdekaan kepada Burma dengan syarat memberikan kemerdekaan pula kepada
seluruh etnis setelah 10 tahun. Pemerintah Burma sempat menjanjikan Arakan akan
menjadi daerah yang diberikan otonomi khusus. Akan tetapi orang-orang Burma
ingkar janji, di mana Burma terus menjajah muslim Rohingya Arakan serta
melakukan praktek keji terhadap muslimin. Hak asasi manusia Muslim Rohingya dilanggar.
Keadaan semakin buruk ketika Junta Militer berkuasa. Upaya pembersihan terhadap
umat Muslim atau kaum Rohingya pun dilakukan. Mereka ingin mengganti populasi
umat Muslim di daerah itu dengan populasi umat Buddha. Kemudian, dalam
serangkaian serangan, Muslim dibunuh secara brutal dan dihapus paksa dari
sebagian besar dari 17 kota di Arakan. Sekarang Muslim tersisa dalam 3 sampai 4
kota. Kehidupan mereka sehari-hari seperti di sebuah penjara terbuka.
Dibandingkan dengan muslim Zerbadee dan
muslim India, kedudukan muslim Rakhine (Rohingya) tergolong yang paling sukar.
Salah satu akar konflik menahun itu adalah status etnis minoritas Rohingya yang
masih dianggap imigran ilegal di Myanmar. Pemerintah Myanmar tak mengakui dan
tak memberi status kewarganegaraan kepada mereka. Mereka merupakan komunitas
yang paling miskin yang ada di Burma. Selain itu, mereka juga disulitkan oleh
peperangan, dislokasi, dan perselisihan. Sebagai akibat tiadanya
kewarganegaraan, etnis Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan
kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul terabaikan dan
terpinggirkan.
Dinamika Muslim Myanmar 1940-1970 Imigrasi
India dan bangkitnya nasionalisme menciptakan ketegangan yang signifikan di
antara ketiga komunitas muslim di Burma itu, begitu pula antara muslim dan
mayoritas Budha. Sementara itu, banyak muslim India terlibat dalam berbagai
organisasi dan perkumpulan-perkumpulan yang terkait dengan asal mereka di anak
benua India. Kaum muslim Burma yang telah lama terbentuk cenderung mengambil
sikap sama dengan mayoritas Budha dan mendukung gerakan nasionalis Burma.
Muslim Rakhine tetap terlepas dari keduanya dan terus mengembangkan sejarah
mereka sendiri, terpisah dari kedua komunitas lainnya.
Setelah Burma merdeka pada 1948, ketiga
komunitas muslim di atas memiliki peran yang berbeda. Komunitas yang pertama
yaitu muslim Burma mendapat tempat dalam pemerintahan Perdana Menteri U Nu.
Sedangkan kaum muslim India yang lebih berpandangan keluar dan berorientasi
pada peniagaan merasa hidup lebih sulit setelah kemerdekaan. Mereka kemudian
mencari persekutuan politik dengan politisi-politisi Burma atau kembali ke
India dan Pakistan. Setelah nasioalisasi ekonomi besar-besaran oleh
pemerintahan Dewan Revolusioner Ne Win pada 1963, ratusan ribu orang Asia
Selatan, termasuk kaum muslim, kembali ke Negara asal mereka. Namun, masih
terdapat komunitas muslim dalam jumlah yang signifikan tersisa di Yangon dan
kota-kota lain di selatan Myanmar.
Dibandingkan dengan muslim Zerbadee dan
muslim India, kedudukan muslim Rakhine (Rohingya) tergolong yang paling sukar.
Mereka merupakan komunitas yang paling miskin yang ada di Burma.Mereka selalu
ditolak status kewarganegaraannya, juga berbagai akses sekolah dan rumah
sakit.Selain itu, mereka juga disulitkan oleh peperangan, dislokasi, dan
perselisihan. Pada tahun 1942 terjadi peristiwa yang sangat memilukan bagi umat
Islam, gerakan anti Islam yang dilancarkan oleh penganut Budha melakukan
pembantai besar-besaran terhadap muslim di Arakan yang mengakibatkan kematian
sekitar 100.000 umat Islam sedangkan sebagian lainnya mengalami cacat dan tidak
diizinkan untuk menempati rumah dan tanah mereka sendiri. Akibat penindasan dan
diskriminasi yang mereka alami, setelah perang dunia II kaum muslim ini
menuntut agar bagian utara dari wilayah Arakan yaitu Buthidaung dan Maungdaw
yang mereka tempSSati dimasukkan ke Pakistan. Namun pemerintah menolak tuntutan tersebut,
sehingga terjadilah perselisihan bersenjata antara pasukan “Mujahid” yang
dibentuk oleh muslim Rohingya dengan pasukan pemerintah.
2.2.10.
Kelompok muslim lainnya di Myanmar
Berusaha
Mencari Ketenangan Etnis muslim lainnya yaitu Hui-hui di Myanmar semakin
menunjukkan kecenderungan membaur, sehingga mereka tidak terlalu terlihat
sebagai sebuah komunitas muslim yang menonjol. Hal ini dilakukan sekedar demi
kepentingan pragmatis akibat trauma pembantaian di berbagai daerah. Jumlah
mereka pun terbilang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok muslim lainnya
yang membentuk komunitas tersendiri sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Mereka kebanyakan berprofesi sebagai pedagang dan penyedia jasa di kota belahan
tengah dan utara negeri itu. Selain itu kecenderungan kelompok Huihui untuk
memilih pasangan perkawinan dari kelompok Burma yang lain yang meningkat tahun
1970-an, membuat Huihui sudah sangat membaur sekali dengan masyarakat Myanmar,
sehingga etnis muslim ini mungkin sudah tidak begitu relevan dalam kajian
perkembangan masyarakat muslim di Myanmar saat ini.
2.2.11.
Tantangan Masa Depan Muslim di Myanmar
Tantangan Muslim kedepan yang dihadapinnya dapat dilihat
dari konflik-konflik yang telah terjadi, yaitu diantaranya usaha
untuk menuntut mendapatkan otonomi dari pemerintah. Terfokus pada
Muslim India di Myanmar yang paling mendapatkan siksa dari orang
Budha/pemerintahan di Myanmar. Sehingga masalah perekonomian atau perdagangan
Muslim India yang mungkin masih dikuasai Pemerintah Myanmar dimasa
yang akan datang dapat diselesaikan. Selain itu di bidang pendidikan, yaitu
harapan akan adanya materi pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah
negeri/pemerintahan/kerajaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
organisasi seperti RNLF, KMNLF dan KNLA diharapkan mampu mengatasi problem
Muslim masa yang akan datang di Myanmar.
2.2.12. Respon
Pemerintahan Myanmar Terhadap Islam di Myanmar.
Setelah Kemerdekaan Myanmar Setelah Myanmar merdeka dari British pada tahun
1948, pemerintah Myanmar senantiasa waspada terhadap kedudukan Muslim yang
penting di ibu kota Negara. Kemudian Muslim juga banyak yang mempunyai jabatan
penting di pemerintahan disamping keterlibatan mereka dalam urusan perniagaan
yang membuat Muslim memperoleh kemewahan dari hasil perdagangan. Hal ini telah
melahirkan sentimen bagi pemerintah Myanmar dan akhirnya terjadilah kontroversi
antara Muslim dengan orang Myanmar yang berakibat banyaknya nyawa orang-orang
Islam yang menjadi korban.
Rasa sentimen yang begitu mendalam juga menyebabkan munculnya tindakan keganasan dari pemerintah Myanmar terhadap orang Muslim tanpa perikemanusiaan. Tahun 1930-an merupakan permulaan era kemelaratan dan penindasan bagi orang-orang Islam di Myanmar. Beberapa serangan kejam telah dilakukan terhadap Muslim pada tahun 1931 sampai 1938 dan serangan yang paling ganas serta kejam telah terjadi di Yangon dan Mandanay. Di perkirakan dalam peristiwa tersebut sebanyak 200 orang Muslim terbunuh akibat keganasan tentara Myanmar. Tanah-tanah Muslim dirampas, pemerintah dengan masyarakat Buddha juga menindas masyarakat Islam dengan memeras uang dan memaksa mereka memberi opeti serta memenjarakan mereka dengan sewenang-wenang. Sebagian umat Islam di usir dan tidak boleh kembali kekampung halamannya. Menjelang tahun 1971 dan tahun-tahun berikutnya, kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Muslim terus meningkat tajam. Pada tahun 1977 pemerintah Myanmar melancarkan Operasi Raja Min yang juga dikenal dengan Operasi Naga Min, yaitu operasi benci untuk memeriksa semua penduduk dan mengklasifikasikan mereka kepada dua kategori, yaitu penduduk Burma dan rakyat asing. Orang-orang Buddha mulai di tempatkan di daerah-daerah Muslim dan mesjid-mesjid dibakar, gedung-gedung perniagaan milik orang-orang Islam di kota Akyab juga dibakar. Orang-orang Islam diejek, dipukul dan dibunuh sewenang-wenang, wanita-wanita diperkosa serta sebagian besar dipaksa menikah dengan tentara Myanmar yang beragama Buddha. Kondisi yang lebih parah lagi pada tahun 1964 orang Muslim tidak dibenarkan lagi melaksanakan ibadah haji, walaupun pada tahun 1980 kebijakan itu dicabut tetapi perbelanjaannya sangat mahal dan terpaksa melalui berbagai prosedur yang sangat rumit.
Rasa sentimen yang begitu mendalam juga menyebabkan munculnya tindakan keganasan dari pemerintah Myanmar terhadap orang Muslim tanpa perikemanusiaan. Tahun 1930-an merupakan permulaan era kemelaratan dan penindasan bagi orang-orang Islam di Myanmar. Beberapa serangan kejam telah dilakukan terhadap Muslim pada tahun 1931 sampai 1938 dan serangan yang paling ganas serta kejam telah terjadi di Yangon dan Mandanay. Di perkirakan dalam peristiwa tersebut sebanyak 200 orang Muslim terbunuh akibat keganasan tentara Myanmar. Tanah-tanah Muslim dirampas, pemerintah dengan masyarakat Buddha juga menindas masyarakat Islam dengan memeras uang dan memaksa mereka memberi opeti serta memenjarakan mereka dengan sewenang-wenang. Sebagian umat Islam di usir dan tidak boleh kembali kekampung halamannya. Menjelang tahun 1971 dan tahun-tahun berikutnya, kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Muslim terus meningkat tajam. Pada tahun 1977 pemerintah Myanmar melancarkan Operasi Raja Min yang juga dikenal dengan Operasi Naga Min, yaitu operasi benci untuk memeriksa semua penduduk dan mengklasifikasikan mereka kepada dua kategori, yaitu penduduk Burma dan rakyat asing. Orang-orang Buddha mulai di tempatkan di daerah-daerah Muslim dan mesjid-mesjid dibakar, gedung-gedung perniagaan milik orang-orang Islam di kota Akyab juga dibakar. Orang-orang Islam diejek, dipukul dan dibunuh sewenang-wenang, wanita-wanita diperkosa serta sebagian besar dipaksa menikah dengan tentara Myanmar yang beragama Buddha. Kondisi yang lebih parah lagi pada tahun 1964 orang Muslim tidak dibenarkan lagi melaksanakan ibadah haji, walaupun pada tahun 1980 kebijakan itu dicabut tetapi perbelanjaannya sangat mahal dan terpaksa melalui berbagai prosedur yang sangat rumit.
Perlawanan Muslim Perlakuan pemerintah Myanmar yang tidak baik terhadap
Muslim telah membangkitkan semangat Muslim untuk melakukan pemberontakan dan
perlawanan terhadap pemerintah Myanmar. Apalagi keinginan otonomi tidak
mendapat sahutan dari pemerintah yang sangat kejam, semakin membuat Muslim
sadar karena mereka sudah diotak atik oleh pemerintah sesuai seleranya. Puncak
perlawanan Muslim terjadi pada tahun 1948 berlanjut sampai tahun 1954 yang
dikenal dengan Pemberontakan Mujahid yang dipimpin oleh Kasim. Namun Kasim
akhirnya tertangkap, tetapi perjuangan umat Islam terus berjalan sampai tahun
1961 dalam memperjuangkan kemerdekaan dari pemerintah. Perjuangan yang pada
mulanya sempat memudar akhirnya pada dekade 1970-an dan 1980-an kembali aktif.
Semenjak itu, perlawanan umat Islam tidak henti-hentinya terhadap pemerintah
yang selalu bertindak zalim terhadap umat Islam. Kemudian semenjak tahun 1980,
Muslim dari daerah lain dipaksa keluar dari Myanmar dengan penganiayaan yang
tidak kalah pelaknya dan ribuan Muslim lari ke Thailand dan Malaysia. Kondisi
Muslim di Myanmar saat ini, mereka sangat teraniaya tidak mendapatkan tempat
yang sama dalam urusan pekerjaan. Adapun dalam bidang pendidikan, mereka kalau
sekolah di sekolah umum tidak akan mendapatkan pelajaran agama, sedangkan kalau
sekolah di sekolah agama (Islam) mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk
bekerja di pemerintahan sebagaimana alumni pelajar umum lainnya. Burma Beberapa Fakta Yang Disisihkan Myanmar
yang dulu dikenal dengan Burma adalah negera yang mayoritas penduduknya
beragama Budha (lebih 85 %), minoritas kristen (kurang dari 4,5 %), Hindu
(1,5%) yang sebagian besar tinggal di luar bandar. Populasi muslim terbesar
adalah Rohingya (sekitar 3,5 juta orang). Penduduk muslim sebagian besar
tinggal di Rakhine (dulu Arakan) yang berbatasan dengan Bangladesh. Sejak
puluhan tahun dahulu, ratusan ribu kaum Muslimin Rohingya melarikan diri ke
Bangladesh disebabkan kekejaman pemerintahan Burma dan penganut Buddha terhadap
mereka. Selain Bangladesh, mereka juga melarikan diri ke Pakistan, Arab saudi,
UAE, Thailand dan Malaysia untuk berlindung dan sebahagian besar dari mereka
masih berstatus pelarian hingga kini. Penolakan Bangladesh dan negara muslim
lainnya termasuk Malaysia membuat kaum muslim Rohingya dipaksa kembali ke
Birma. Nasib mereka bertambah menderita, setelah tahun 1982 pemerintah junta
Burma meloloskan satu undang-undang yang dinamakan “Burma Citizenship Law of
1982”. Undang-undang ini bersifat sentimen keagamaan dan penuh diskriminasi.
Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warganegara, malah diberi julukan
‘pendatang’ di tanah air mereka sendiri. Setelah itu, keseluruhan hak mereka
dinafikan dan kaum Muslimin ditangkap secara besar-besaran, dipukul, disiksa
dan dijadikan buruh paksa. Kaum muslimah Rohingya pun dilecehkan beramai-ramai
dengan cara yang ganas. Pada tahun 2003, buku-buku dan pita-pita rakaman yang
menghina Islam dan kaum Muslimin bisa didapati dengan mudah di seluruh Burma,
malah ada yang dibagi-bagikan secara gratis. Pemerintah Burma percaya dapat
menguasai Arakan selamanya jika Arakan berhasil diubah menjadi negeri Buddha
sepenuhnya. Hasilnya, rakyat Burma dan penganut Buddha di Arakan khususnya yang
telah diracun pemikiran mereka ini terus-terusan berusaha menghapuskan Islam
dan kaum Muslimin Arakan. Pada tahun 2004, Muslim Rohingya telah dipaksa untuk mengamalkan
ajaran Buddha dan dipaksa ikut upacara Buddha . Mereka dipaksa menyumbang uang
di dalam setiap acara Buddha yang sering dilakukan. Kawasan ibadat kaum
Muslimin juga sering dicemari dengan dijadikan tempat mengubur mayat penganut
Buddha. Sementara kaum Muslimin dipaksa membayar biaya penguburan mayat saudara
mereka yang meninggal. Arakan Utara dijadikan zone tentara dengan pelbagai
kezaliman yang mereka lakukan atas kaum Muslimin. Muslim dieksploitasi menjadi
buruh paksa untuk membangun asrama tentara, jalan, jambatan, tambak, pagoda,
gudang, kolam dan sebagainya tanpa bayaran apa-apa. Kaum wanita pula mengalami
ketakutan dengan peristiwa pemerkosaan yang sering terjadi di kawasan tersebut,
baik oleh tentera atau pihak kontraktor yang ada. Demikianlah sebahagian dari
penderitaan saudara-saudara kita di Myanmar yang tidak mendapat perhatian dan
tidak terbela. Masyarakat dunia hanya cendrung hanya hirau terhadap kekejaman
yang dilakukan terhadap pengunjuk rasa dari pendeta Budha. Begitu juga dengan para
pemimpin kaum Muslimin yang nampaknya sangat bersimpati dan menunjukkan
sokongan terhadap perjuangan demokrasi rakyat Myanmar, namun mereka tidak
memperhatikan penderitaan dan kesengsaraan saudara seagama mereka yang semakin
hari semakin mengerikan. Para pemimpin kaum Muslimin berusaha menyuarakan
sokongan dan menuntut pembebasan seorang pemimpin demokrasi (Aung San Suu Kyi)
yang dikenakan tahanan rumah. Namun mereka diam seribu bahasa terhadap ratusan
ribu saudara-saudara mereka yang dibunuh dan yang sedang tersiksa
dipenjara-penjara Myanmar.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bukti
lain menyebutkan bahwa sebenarnya Islam masuk ke Vietnam mulai akhir abad
ke-11, yang dibawa oleh para pedagang India, Arab dan Persi yang singgah ke
kawasan itu. Namun jumlah pemeluk Islam di Vietnam mulai meningkat ketika
Kesultanan Malaka memperluas wilayah di saat Kerajaan Champa runtuh pada tahun
1471. Namun Islam belum menjadi agama yang dikenal secara luas di kalangan Cham
sampai pertengahan abad ke-17. Islam baru mulai dikenal dan jumlah pemeluknya
bertambah ketika sekitar pertengahan abad ke-19, banyak Muslim Cham beremigrasi
dari Kamboja dan menetap di daerah Sungai Mekong.
Agama Islam pertama
kali tiba di Myanmar pada tahun 1055 yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady
Burma, yang terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke
9, sebelum pendirian imperium pertama Burma oleh Raja Anawrahta dari Bagan.Para
saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung
Tanintharyi, dan Daerah Rakhin.Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh
orang-orang Eropa, Cina dan Persia.Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat
ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu.Selain itu, beberapa warga
Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan.
3.2. Saran
Betapa teraniayanya saudara-saudara kita yang
berada di Myanmar sana, pemimpinnya pun tak mempedulikan nasib mereka yang
teraniaya dan dibunuh. Karena demi demokrasi pemimpinnya tidak mempunyai
belaskasian lagi terhadap saudara-saudara seagamanya.
Oleh karena itu kita sebagai umat islam,
marilah mempertahankan dan menegakkan agama islam yang sesungguhnya, agar allah
SWT selalu memberikan pertolongannya terhadap kita semua dalam menjalankan
agama kita. Dan juga kita mendo’akan agar saudara-saudara kita yang ada di
Myanmar sana selalu mendapat pertolongan dari allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Helmiati. 2011. Sejarah Islam Asia Tenggara.
Pekanbaru: Zanafa Publishing
http://wartasejarah.blogspot.com/2014/07/sejarah-masuknya-islam-ke-burma-myammar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar