Jumat, 25 November 2016

Makalah Sejarah Islam Asia Tenggara (Vietnam dan Myanmar)



Dosen :                                                                                                                                       No. Kelompok:
Hj. Tasriani S.Ag M.Ag                                                                                                                        5



ISLAM DI VIETNAM DAN MYANMAR

581195_219349404847745_100003180628421_365579_1486120457_n


Nama kelompok:
Rizka Maulita
Rizki Indra Makmur
Rizki Widodo
Saleh Rifai
Samiun Kasri
Defri Andesta

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2016


KATA PENGANTAR
Basmallah 4
Assalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan  dalam  menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Islam di Vietnam dan Myanmar”
Makalah  ini disusun agar pembaca dapat mengetahui  tentang “Islam di Vietnam dan Myanmar” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Tak lupa pula kami mengucapkan  terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan teman-teman yang telah  memberi kontribusi baik secara langsung mupun tidak langsung.
Semoga makalah  ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah yang lebih baik. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


                                                                                       Pekanbaru, 23 November 2016







                                                                                                                                                                                      Penulis



                                                                                                                                                                                                        i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang................................................................................................... 1
1.2.Rumusan masalah.............................................................................................. 1
1.3.Tujuan Penulisan................................................................................................ 1

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1.  Sejarah masuknya Islam di Vietnam................................................................ 2
2.2.  Sejarah kerajaan Islam yang ada di Vietnam.................................................... 4
2.3.  Sejarah masuknya Islam di Myanmar............................................................... 11
2.4.  Respon pemerintah terhadap Islam di Myanmar.......................................       19
BAB 3 PENUTUP
3.1.Kesimpulan................................................................................................        23
3.2.Saran..........................................................................................................        23
             Daftar Pustaka..................................................................................................... 24



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
     Vietnam merupakan negara Republik Sosialis dan salah satu negara AsiaTenggara yang terletak di antara Kamboja dan Republik Laos di bagian barat dan Cina di bagian utara. Vietnam juga merupakan negeri animisme yang memiliki banyak sejarah yang berdiri sejak 4 ribu tahun lalu dan terdiri dari lebih 50 suku, dan setiap suku memiliki dan berbicara dengan bahasa sendiri-sendiri, sementara bahasa Vietnam merupakan bahasa resmi mereka.
     Kalau mendengar islam di Myanmar pasti lebih dikenal dengan islam rohingya. Sebenarnya islam di Myanmar ada beberapa tempat bukan hanya di rohingnya. Namun komunitas islam tersebut tidak terlalu menonjol.  Untuk lebih jelasnya saya akan bahas mengenai sejarah perkembangan islam di Myanmar dari beberapa sumber yang saya kutip.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.      Bagaimana sejarah masuknya Islam di Vietnam ?
1.2.2.      Bagaimana sejarah kerajaan Islam yang ada di Vietnam ?
1.2.3.      Bagaimana sejarah masuknya Islam di Myanmar ?
1.2.4.      Bagaimana respon pemerintah terhadap Islam di Myanmar ?

1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1.      Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Vietnam
1.3.2.      Untuk mengetahui sejarah kerajaan Islam yang ada di Vietnam
1.3.3.      Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Myanmar
1.3.4.      Untuk mengetahui respon pemerintah terhadap Islam di Myanmar







BAB II
PEMBAHASAN
2.1. VIETNAM
2.1.1. Sejarah masuknya Islam di Vietnam
         Vietnam pernah dikritik karena menjadi negara yang tidak ramah bahkan represif terhadap pemeluk agama, terutama bagi penganut Islam.  Padahal, Vietnam termasuk negeri paling pertama di Asia yang bersentuhan dengan Islam. Dise­butkan, pada tahun 650 Khalifah Ustman bin Affan sudah mengirim utusan resmi yang pertama ke daerah Vietnam sekarang yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Tang di Cina.
       Bukti lain menyebutkan bahwa sebenarnya Islam masuk ke Viet­nam mulai akhir abad ke-11, yang dibawa oleh para pedagang India, Arab dan Persi yang singgah ke kawasan itu. Namun jumlah pemeluk Islam di Vietnam mulai meningkat ketika Kesultanan Malaka memperluas wilayah di saat Kerajaan Champa runtuh pada tahun 1471. Namun Islam belum menjadi agama yang dikenal secara luas di kalangan Cham sampai pertengahan abad ke-17. Islam baru mulai dikenal dan jumlah pemeluknya bertambah ketika sekitar pertengahan abad ke-19, banyak Muslim Cham beremigrasi dari Kamboja dan menetap di daerah Sungai Mekong.
        Pada awal abad ke-20, ketika Vietnam menjadi jajahan Perancis, kaum Melayu Islam mulai memi­liki pengaruh  kuat pada orang Cham, dan masjid-masjid serta madrasah banyak didirikani di daerah Selatan. Sejak masa itu, para ulama Melayu mulai memberi khutbah di masjid-masjid dalam bahasa Melayu, dan mulai banyak orang belajar ke madrasah-madr­asah yang didirikan oleh orang Malayu Cham.
      Setelah kemerdekaan Vietnam, terutama selama masa perang (1957-1975), kehidupan orang-orang Islam relatif terisolasi bahkan disisihkan. Nasib mereka bertam­bah malang setelah perang berakhir dan seluruh Vietnam dikuasai Partai Komunis. Tahun pertama masa Republik Sosialis Vietnam yang ditandai reunifikasi (penya­tuan kembali seluruh Vietnam), kehidupan umat Islam makin tertekan. Mereka dilaporkan me­mang tidak mengalami kekerasan fisik, namun banyak masjid ditutup oleh pemerintah dan orang-orang Islam dilarang berhubungan bahkan berbicara dengan orang asing.
       Tekanan tersebut membuat banyak di antara penduduk Muslim Vietnam yang kemudian memilih meninggalkan negeri mereka. Setelah berdirinya Republik Sosia­lis Vietnam pada tahun 1976, tercatat sekitar 55.000 muslim Cham beremigrasi ke Malaysia, dan 1.750 orang lainnya diterima sebagai imigran oleh Negara Ya­man.
       Terjadinya gelombang imigrasi yang hebat dari para Muslim Vietnam ini tidak lepas dari perubahan politik dan kekuasaan di negara itu. Mereka yang tetap tinggal, disebutkan memang tidak mendapatkan penganiayaan dan kekerasan. Namun mereka tidak dapat beribadah menurut keya­kinannya dan mengklaim bahwa masjid-masjid banyak yang ditutup oleh pemerintah.
2.1.2. Setelah Doi Moi
         Kehidupan orang Islam di Vietnam  membaik sejak Pe­merintah Sosialis melancarkan kebijakan Doi Moi (Renovasi) tahun 1986, dan negeri itu mulai mem­buka diri terhadap dunia luar dan investasi asing. Sejak itu, orang asing yang datang ke Vietnam mulai diizinkan untuk berbicara dengan Muslim pribumi dan melakukan ibadah shalat bersama mereka. Kelompok atau komunitas Muslim mulai dibolehkan meng­organisasikan diri mereka, dan masjid-masjid diizinkan kembali untuk digunakan sebagai tempat ibadah, dan madrasah-madrasah juga dibolehkan memberikan pelajaran agama Islam.
       Di Ho Chi Minh City sudah berdiri sebuah Yayasan Islam sejak tahun 1991. Sementara di An Gian, provinsi di perbatasan dengan Kamboja, organisasi umat Islam serupa sudah terbentuk pula sejak tahun 2004. Organisasi komunitas Is­lam ini mempunyai peran me­layani dan menfasilitasi berbagai urusan umat Islam di selantan Vietnam tersebut. Misalnya mengumpulkan dana untuk kegiatan dakwah dan pendidikan umat Islam sampai mencarikan beasiswa dan mengirim pelajar-pelajar muslim ke berbagai negara.
       Organisasi dan Yayasan Islam itu  melakukan hubungan dengan negara-negara Islam dan organisasi Islam internasional, terutama untuk mendapatkan kesempatan pendidikan melalui beasiswa bagi pemuda-pemuda Muslim Vietnam. Di antara negara yangmenampung pelajar Islam Vietnam adalah Malaysia, Indonesia, Arab Saudi, Libya dan Mesir. Selain di sekolah agama, mereka juga belajar di perguruan atau universitas umum. Negara yang menampung maha­siswa Vietnam terbanyak adalah Malaysia dengan 50 pelajar dan mahasiswa –30 di antaranya belajar di Universitas Islam Antarbangsa. Sementara di Saudi terdapat 15 orang, di Libya 5 orang, di Mesir 3 orang.
       Sebagian mereka ada yang telah lulus dan kembali ke negara mereka. Mereka yang berhasil memperoleh ilmu terapan, rata-rata mendapatkan pekerjaan di berbagai perusahaan yang beragam. Namun mereka yang bersekolah atau kuliah di bidang agama, yang memperoleh ilmu syariah dan dakwah, umumnya sulit menda­patkan pekerjaan di lembaga pemerintah dan swasta. Mereka inilah yang memerlukan bantuan negara-negara dan organisasi Islam internasional untuk bekerja di bidang dakwah, seperti menjadi imam masjid dan mubaligh, yang tentu saja perlu mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga mereka.
        Duta Besar RI di Hanoi, Mayer­fas, mengakui bahwa umat Islam di Vietnam kini sudah mulai bebas menjalankan agama mereka. Sejak sepuluh tahun terakhir, sejumlah masjid baru diizinkan dibangun atas bantuan negara-negara dan organisasi Islam internasional. Masjid terbesar di Vietnam kini terdapat di Xuan Loc, Provinsi Dong Nai, Vietnam Selatan. Masjid yang dibuka sejak tahun 2006 itu pembangunannya dibiayai oleh Arab Saudi.
        Namun di Kota Hanoi sendiri, bahkan di seluruh kawasan Viet­nam Utara, hanya terdapat satu masjid sebagai sarana ibadah umat Islam yang rata-rata adalah keturunan asing, diplomat dan staf kedutaan negara-negara Islam. Masjid Al-Noor yang terletak di kawasan padat kota tua Hanoi itulah satu-satunya tempat “reuni” kaum muslimin setiap hari Jumat.
2.1.3.  Sejarah Kerajaan Campa
   Campa terletak di seberang laut sebelah selatan propinsi Goangdong (Tiongkok Selatan) demikian menurut catatan Ma Huan dalam bukunya YingYang Sheng Lan (pemandangan indah di sebrang samudra) orang berlayar menuju ke sebelah barat daya dari kabupaten Chang Le, propinsi Fujian (Tiongkok Selatan) bila ada angin buritan kapal akan sampai di Campa pada hari ke-10. Di sebelah selatan Campa terdapat kerajaan tetangga bernamaKamboja. Di sebelah barat berbatasan dengan dengan Laos. Di sebelah laut timur adalah laut besar.
   Di bagian timur laut Campa terdapat sebuah pelabuhan, Xinzhaou (Qoui-Nho) di pantai terdapat sebuah menara batu. Di sana tempat berlabuh kapal-kapal yang berdatangan. Kampungnya bernama Sri Vijaya dan dipimpin oleh dua kepala kampong yang mengurus 50-60 kepala keluarga. Kota Campapura sebagai ibu kota Kerajaan Campa terletak kira-kira 100 li (puluhan kilometer) di sebelah barat daya kampong itu. Di kota Campapura terdapat istana sang raja. Tembok kotanya terbuat dari batu dan berpintu empat. Pintu gerbangnya dijaga ketat.
      Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiêm Thành) adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan, diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832. Sebelum Champa, terdapat kerajaan yang dinamakan Lin-Yi (Lam Ap), yang didirikan sejak 192, namun hubungan antara Lin-Yi dan Campa masih belum jelas. Komunitas masyarakat Champa, saat ini masih terdapat di Vietnam,Kamboja, Thailand, Malaysia dan Pulau Hainan (Tiongkok). Bahasa Champatermasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.
        Kerajaan Lin-Yi merupakan inti pertama negri Campa yang masuk sejarah pada akhir abad ke-2. Sumber-sumber Cina memberitakan pendiriannya sekitar tahun 192. Pembentukan kerajaan Lin-Yi pada tahun 192 didahului setengah abad sebelumnya, yakni pada tahun 137, dengan usaha penyerbuaan pertama terhadap Siang-Lin oleh segerombolan orang Bar-Bar yang kira-kira 1000 jumlahnya yang datang dari luar perbatasan Jen-Nan.
        Sebelum terbentuknya Kerajaan Champa, di daerah tersebut terdapat Kerajaan Lin-Yi (Lam Ap), akan tetapi saat ini belum diketahui dengan jelas hubungan antara Lin-Yi dan Champa. Lin-Yi diperkirakan didirikan oleh Seorang pegawai peribumi yang bernama K’iu-Lien mengambil keuntungan dari merosotnya kekuasaan Dinasti Han akhirnya untuk membentuk wilayahnya dari sebagian wilayah militer Cina, kemudian menyatakan diri raja di Sianglin, wilayah yang paling selatan secara kasar dapat disamakan dengan bagian selatan yaitu di daerah kota Huế yang sekarang menjadi provinsi Vietnam: Thuathien. Mula-mula Lin-Yi, “ibu kota Lin disangka kependekan dari Siam-lin Yi, ibu kota-Siang-Lien. Tetapi akhir-akhir ini dikemukakan Menurut Stein kemungkinannya sebagai nama suku bangsa.
      Menurut Mayerfas, Komite Masjid Al-Noor yang terdiri dari perwakilan negara-negara anggota OKI pernah mengajukan kepada pemerintah Vietnam untuk dapat membeli tanah bagi membangun masjid baru yang lebih besar dan representatif. “Namun, surat tersebut tidak (belum) dijawab oleh pemerintah Vietnam,” kata Mayer­fas.
2.1.4. Wilayah Kekuasaan
       Sebelum tahun 1471, Champa merupakan konfederasi dari 4 atau 5 kepangeranan, yang dinamakan menyerupai nama wilayah-wilayah kuno di India:
Indrapura – Kota Indrapura saat ini disebut Dong Duong, tidak jauh dari Da Nang dan Huế sekarang. Da Nang dahulu dikenal sebagai kota Singhapura, dan terletak dekat lembah My Son dimana terdapat banyak reruntuhan candi dan menara. Wilayah yang dikuasai oleh kepangeranan ini termasuk propinsi-propinsi Quảng Bình, Quảng Trị, dan Thừa Thiên–Huếsekarang ini di Vietnam. 
Amaravati – Kota Amaravati menguasai daerah yang merupakan propinsi Quảng Nam sekarang ini di Vietnam. 
Vijaya – Kota Vijaya saat ini disebut Cha Ban, yang terdapat beberapa mil di sebelah utara kota Qui Nhon di propinsi Bình Định di Vietnam. Selama beberapa waktu, kepangeranan Vijaya pernah menguasai sebagian besar wilayah propinsi-propinsi Quang-Nam, Quang-Ngai, Binh Dinh, dan Phu Yen. 
Kauthara – Kota Kauthara saat ini disebut Nha Trang, yang terdapat di propinsi Khánh Hòasekarang ini di Vietnam. Panduranga – Kota Panduranga saat ini disebut Phan Rang, yang terdapat di propinsi Ninh Thuận sekarang ini di Vietnam. Panduranga adalah daerah Champa terakhir yang ditaklukkan oleh bangsa Vietnam.
        Diantara kepangeranan-kepangeranan tersebut terdapat dua kelompok atau suku: yaitu Dua dan Cau. Suku Dua terdapat di Amaravati dan Vijaya, sementara suku Cau terdapat di Kauthara dan Panduranga. Kedua suku tersebut memiliki perbedaan tata-cara, kebiasaan, dan kepentingan, yang sering menyebabkan perselisihan dan perang. Akan tetapi biasanya mereka berhasil menyelesaikan perselisihan yang ada melalui perkawinan antar suku.
2.1.5. Jumlah umat Islam dan daerah penyebarannya
   Menurut data statistik dari situs departemen luar negeri Vietnam jumlah umat Islam di Vietnam berjumlah 70.700 ribu jiwa. Data lain menyebutkan, jumlahnya antara 80.000 ampai 90.000 orang, atau kurang 1 permil jumlah penduduk. Dua pertiga pemeluk Islam orang asli Vietnam berasal dari suku minoritas Cham yang banyak hidup di daerah Selatan seperti di Provinsi Binh Thuan, Ninh Thuan, An Giang, Tay Ninh, Dong Nai, dan Ho Chi Minh City.
    Khusus di Ho Chi Minh City (dulu bernama Saigon), kota terbesar di Vietnam yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, terdapat sekitar 10.000 pemeluk Islam, namun di ibukota negara Hanoi jumlahnya sangat sedikit, tak sampai seribu jiwa dari sekitar 8 juta penduduk kota itu. Sebagian besar adalah para ekspatriat (pekerja asing) dan diplomat dan staf kedutaan dari negara-negara Indonesia, Malaysia, India serta perwakilan negeri-negeri Arab dan Afrika Utara.
     Di seluruh Vietnam terdapat sekitar 100 masjid, lebih 99 persen ada di Selatan. Di Kota Hanoi  dan seluruh kawasan Utara hanya ada satu masjid. Itulah Masjid Al-Noor yang dibangun awal abad ke-20 oleh komunitas kecil pedagang pedagang Arab, India, dan orang-orang Melayu yang tinggal di kota itu. Permohonan perwakilan negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Vietnam untuk dapat membeli tanah bagi mem­bangun sebuah masjid yang lebih besar di Hanoi tidak pernah dijawab oleh Pemerintah Partai Komunis negeri itu.
2.1.6. Mazhab Yang Diikuti
Terdapat dua mazhab besar umat Islam di Vietnam yaitu :
1.      Mazhab Sunni
Mazhab Sunni tersebar diseluruh penjuru negara kecuali dua tempat antara TuanHan dan Ninh Thuan, dan mayoritas mereka menganut mazhab Syafi’i.
2.      Mazhab Bani
Mazhab Bani tersebar di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan dan mazhab ini tidak banyak dikenal oleh umat Islam di dunia karena memiliki ciri khusus domistik dan memiliki pengaruh kuat warisan dari India yang banyak bertentangan dengan ajaran Islam yang benar, seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah, tidak ada perhatiandari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik, dan tersebar di tengah mereka aktivitas yang tidak sesuai dengan aqidahyang benar oleh karena kebodohan, sedikitnya ulama dan para dai.
Dan ketika datang bulan Ramadhan mereka memisahkan diri dari istri-istri mereka sejak awal bulan hingga akhir, karena mereka tinggal di masjid selama bulan Ramadhan, dan banyak lagi permasalahan lainnya yang ada di sana. Boleh jadi phenomena terjadi oleh karenakebodohan mereka terhadap Islam dan ajaran-ajaran yang sebenarnya, dan terputusnyahubungan mereka dengan dunia Islam dalam waktu lama sehingga mereka memilikikeyakinan apa yang dalam Islam dan bahkan hingga mencapai pada tuduhan bahwamazhab sunni adalah bid’ah. Sebagaimana yang terjadi di sana adanya perselisihan dan perdebatan tentang tema antara mereka dan mazhab Sunni.
      Pada tahun 1959 sebagai mereka umat Islam bagian selatan, khususnya umat Islam dikota Shai Ghon, dan terjadi perkenalan dan dialog di tengah mereka tentang Islamsehingga mereka memahami bahwa jamaah mereka jauh dari hakikat Islam, dan merekamulai belajar dari mereka ajaran yang benar, dan juga memperbaharui keislaman merekadan memperbaikinya. Kemudian kelompok ini pulang ke negeri mereka dan mengajak masyarakat pada ajaran Islam yang bersih dan benar, maka dakwah itupun berhadapandengan berbagai bentuk penolakan, pendustaan dan tuduhan dari warga dan menganggapnya sebagai bid’ah dan khurafat. Namun berkat karunia Allah SWT, mampumemenangkan agama dari keyakinan yang menyimpang dan agama yang batil yangdiacuhkan kecuali Allah mampu menyempurnakan cahaya-Nya sehingga sebagianmereka menerima dakwah ini dengan penuh kepuasan dan kerelaan, dan akhirnya merekamemperbaharui dan memperbaiki keislaman mereka.
        Dan melalui ini terjadi titik tolak penting dalam sejarah berupa bersinar kembali cahayaIslam di tengah mereka setelah sebelumnya mengalami kejahilan di negeri mereka dalamwaktu yang lama, dan akhirnya setiap hari terus bertambah orang-orang yang memperbaharui keislaman mereka. Kemudian bertambah pula 4 pembangunan masjid di daerahtersebut, karena keberadaan mereka dalam masjid-masjid yang ada dapat mengarah pada perbedaan dan perdebatan. Adapun masjid yang dimaksud adalah masjid Phuic Nhon,masjid An Xuan, masjid Van Lam, dan masjid Nho Lam dan semuanya terdapat di propinsi Ninh Thuan.
        Sementara itu gerakan pembaharuan tidak mencakup propinsi Ninh Thuan, sehingga penduduknya tetap berada pada keyakinan tersebut hingga datang pembaharuan yangdibawa oleh sebagian pemuda Islam mereka pada tahun 2006, sebagaimana sisa darimereka menerima gerakan ini dan bertambah jumlah mereka, karena mereka betul-betulmembutuhkan orang yang bisa mengajarkan Islam kepada mereka.
2.1.7. Kelompok-kelompok klasik umat Islam
Umat Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan melalui tulisan dapat kita bagi pada 3 kelompok:
Kelompok pertama: Muslim Tcham, yang merupakan kelompok mayoritas.
Kelompok kedua: umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri-negeri yang beragam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India, Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah umat Islam secara keseluruhan.
Kelompok ketiga: muslim dari warga Vietnam asli, dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk setelah berinteraksi dengan para pedagang muslim dan komunikasi secara baik, seperti kampng Tan Buu pada bagian kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui pernikahan.
2.1.8. Kondisi umat Islam
      Umat Islam adalah bagian dari penduduk negeri, maka dari itu kondisi mereka sangat berhubungan dengan pertumbuhan negara dan kemajuannya. Dan kondisi negara Vietnam sepanjang tahun terakhir ini mengalami kemajuan yang pesat dan prestasi yang banyak yang belum pernah dialami pada pemerintahan sebelumnya. Pada tahun 2007, Vietnam resmi menjadi anggota organisasi negara perdagangan internasional, setelah mampu berpartisipasi melakukan perbaikan ekonomi dan meluas jaringannya pada beberapa tahun terakhir. Karena itulah Vietnam menjadi salah satu dari negara yang mampu membangun beberapa komponen perbaikan ekonomi dan membuka negara di hadapan investor asing dan perusahaan-perusahaan swasta dengan jumlah milyaran dollar untuk menanamkan investasinya di berbagai lini dan sektor yang beragam.
     Dan jika dibandingkan dengan kondisi umat pada kurun sebelumnya umat Islam saat ini mengalami perbaikan, sehingga sebagian umat Islam mampu keluar dari sangkar kemiskinan dan ketiadaan, bahkan berubah kondisi hidup mereka. Namun jumlahnya masih terbatas, karena masih banyak dari umat Islam bahkan dalam jumlah yang begitu besar umat Islam menghadapi berbagai problema kemiskinan dan permasalahan materi khususnya yang tinggal di luar dari Ho Chi Minh City.
2.1.9. Pelajar Islam Vietnam
    Pada bidang pendidikan, para pelajar Islam mampu masuk pada sekolah-sekolah negeri, ma’had-ma’had (kejuruan) dan universitas-universitas baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Dan di antara negara yang dijadikan tempat untuk belajar bagi pelajar Vietnam adalah Malaysia, Indonesia, Saudi, Libia dan Mesir. dan mereka mempelajari berbagai bidang ilmu dan spesialis. Dan jumlah pelajar Vietnam yang berada di Malaysia berjumlah 50 orang, dan yang belajar di UII Kuala Lumpur berjumlah 30 orang dan sisanya di sekolah-sekolah umum dan ma’had-ma’had lainnya. Sementara di Saudi terdapat 15 orang, di Libia 5 orang, di Mesir 3 orang. Dan sebagian mereka ada yang telah lulus dan kembali ke negara mereka, kemudian mendapatkan pekerjaan dan masih bisa melakukan pekerjaan di berbagai perusahaan yang beragam. Dan kelompok ini adalah yang berhasil meraih ilmu terapan, adapun yang berhasil mendapatkan ilmu-ilmu syariah seperti kuliah syariah dan kuliah ushuluddin tidak mendapatkan pekerjaan resmi dan tidak ada lembaga atau yayasan yang mau menampung mereka. Karena itu mereka sangat membutuhkan dukungan dari negara-negara Islam atau lembaga-lembaga sosial seperti mengangkat mereka sebagai duat dan memberikan mereka bantuan materi atau gaji bulanan untuk dapat melakukan aktivitas dan agenda dakwah di tengah masyarakat mereka dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

2.1.10. Agenda-agenda dakwah
Dan untuk merasakan dan memahami keutamaan ini, muslim Vietnam telah ikut andil pada bidang dakwah ini. Dan dakwah di Vietnam terbagi pada dua kelompok:
  1. Dakwah yang dilakukan oleh muslim Vietnam di luar negeri dan duat dari berbagai macam lembaga dan yayasan dari luar negeri.
  2. Dakwah yang dilakukan oleh muslim Vietnam dari dalam negeri.
Dan di antara agenda dakwah yang dilakukan pada kelompok pertama adalah:
  • Mendirikan perkumpulan kelompok muslim yang hijrah ke Amerika perpustakaan Islam atau TU SACH TIM HIEU ISLAM di Amerika. Dan pemiliknya telah banyak menulis buku-buku keagamaan, dan menerjemahkan berbagai macam buku dari bahasa Arab dan Inggris ke bahasa Vietnam. Terutama terjemah makna-makna Al-Qur’an ke bahasa Vietnam yang dilakukan oleh Sayyid Hasan Abdul Karim.
  • Muslim Vietnam yang hijrah ke Perancis menerbitkan majalah ” VE NGUON ” setiap 3 bulan sekali, sebagai majalah yang memberikan perhatian dengan makalah-makalah ke Islaman dan berbagai urusan agama dengan menggunakan bahasa Vietnam.
  • Menerbitkan Majalah berbahasa vietnam HAI DANG VA DOI SONG di Paris, yang memberikan perhatian pada penyebaran informasi terkini dan penting tentang Islam seperti penemuan-penemuan ilmiah dan lain-lainnya. Dan pemilik majalah tersebut telah mendirikan website khusus di internet untuk menyebarkan berbagai artikel yang ada di majalah yaitu www.haidang.org dan www.chanlyislam.net yang mana keduanya memiliki peranan penting dalam menyebarkan permasalahan yang berhubungan dengan agama Islam.
  • Usaha lembaga An-Nuur charity dalam mengurusi pelajar Vietnam dengan bentuk tarbiyah, sebagaimana berusaha mewujudkan adanya hubungan kerja sama dan saling kenal antar pelajar.
Dan di antara agenda dakwah yang dilakukan oleh muslim Vietnam di dalam negerinya adalah:
  • Mengajarkan Al-Qur’an dan berbagai permasalahan tentang agama yang sesuai kepada anak-anak mereka di sekolah-sekolah yang berdekatan dengan masjid pada waktu sore hari.
  • Peranan Jamaah Tabligh (JT) dalam mengingatkan manusia terhadap dan ajaran-ajarannya.
  • Kerja keras personal
2.1.11. Lembaga-lembaga dan yayasan-yayasan
  1. Perwakilan muslim Ho Chi Minh City, atau yayasan Islam. Yayasan ini didirikan pada tahun 1991, dan pusatnya di Ho Chi Minh City, dan yayasan tersebut memberikan perhatian terhadap berbagai urusan umat Islam yang di temukan di kota tersebut.
  2. Perwakilan muslim An Giang. Dan perwakilan ini di dirikan pada tahun 2004, dan pusatnya terletak di perbatasan An Giang. Dan perwakilan ini menjadi lembaga penting bagi warga muslim di perbatasan ini.

2.2. MYANMAR

2.2.1. Sejarah Perkembangan Islam di Myanmar .

     Bermula dari abad ke 7, para pedagang Arab datang dari Madagaskar melakukan perjalanan ke Cina melalui kepulauan India Timur, berhenti di Thaton dan Martaban. Orang laut Bago, mungkin menjadi Muslim, juga tercatat oleh para sejarawan Arab abad ke 10. Mengikuti perjalanan ini, pelaut dan tentara Muslim Burma dilaporkan telah melakukan perjalanan ke Melaka selama pemerintahan Sultan Parameswara pada abad ke 15. Dari abad ke 15 hingga 17, ada beberapa catatan dari para pelaut, pedagang, dan penduduk Muslim Burma tentang seluruh pesisir Burma : pantai Arakan, (Rakhine), delta Ayeyarwady dan pantai dan kepulauan Tanintharyi. Pada abad ke 17, Muslim menguasai perdagangan dan menjadi kuat. Mereka diangkat menjadi Gubernur Mergui, Raja Muda Propinsi Tenasserim, Penguasa Pelabuhan, Gubernur Pelabuhan dan Shahbandar (para pegawai pelabuhan senior)
    Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055 yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady Burma, yang terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke 9, sebelum pendirian imperium pertama Burma oleh Raja Anawrahta dari Bagan.Para saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin.Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu.Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan.
     Dalam tulisan-tulisan pelaut Arab dan Persia pada masa itu terdapat catatan tentang Burma. Ibn Khordadhbeh, Sulaiman, Ibn al-Faqih dan al-Maqdisi yang melintasi kawasan ini pada abad ke-9 dan 10 M telah mencatatkan aktivitas pedagang-pedagang Islam di Burma ketika itu. Diantara mereka ada yang singgah di burma untuk berdagang dan ada pula yang menanti angin sebelum meneruskan pelayaran mereka ke timur atau balik ke India atau tanah Arab. Ada juga di antara mereka yang akhirnya menetap di burma karena kapal yang mereka tumpangi rusak atau tenggelam. Mereka yang agak lama tinggal di Burma ini akhirnya menikah dengan penduduk setempat yang beragama Budha, sehingga terbentuklah komunitas Islam di pelabuhan-pelabuhan negara itu.
     Orang-orang keturunan Islam ini dikenal sebagai Pathee atau Kala.Perkawinan campuran ini telah menyebabkan tersebarnya agama Islam di sekitar kota-kota pelabuhan di Burma terutama setelah abad ke-10 M. Duarte Barbosa, seorang pengembara Portugis yang berkunjung ke India antara tahun 1501-1516 M juga menyebutkan tentang pesatnya perdagangan yang dijalankan oleh orang Islam antara Burma dan India. Diantara barang komoditi yang dibawa oleh kapal-kapal dagang Islam itu adalah gula, batu permata (delima), kapas, sutera, tembaga, perak, herba, dan obat-obatan. Kehadiran orang Islam di Burma ini nampaknya tidak menyenangkan penduduk pribumi.Mereka sering diganggu terutama setelah kedatangan orang Barat ke Burma.Namun demikian orang Islam yang telah menjadikan Burma sebagai tanah air mereka terus tinggal berkelompok dipinggir pantai sekitar pelabuhan dan menjadi komunitas yang dikenal sebagai orang Burma Islam (Muslim Burmese).
      Burma memiliki sejarah panjang tentang pendudukan oleh para tawanan perang Muslim. Pada tahun 1613, Raja Anaukpetlun menangkap Thanlyin atau Syriam. Para prajurit upahan Muslim India di tangkap dan kemudian menetap di Myedu, Sagaing, Yamethin dan Kyaukse, wilayah utara Shwebo. Raja Sane (Say Nay Min Gyi) membawa beberapa ribu tawanan perang Muslim dari Sandoway dan menetap di Myedu pada tahun 1707 AD. Tiga ribuan Muslim dari Arakan menjadi pengungsi dibawah Raja Sane pada tahun 1698-1714. Mereka terbagi dan bertempat tinggal di Taungoo, Yamethin, Nyaung Yan, Yin Taw, Meiktila, Pin Tale, Tabet Swe, Bawdi, Syi Tha, Syi Puttra, Myae Du dan Depayin. Dekrit Raja ini telah disalin dari Perpustakaan kerajaan di Amarapura pada tahun 1801 oleh Kyauk Ta Lone Bo. Pada pertengahan abad 18, Raja Alaungpaya menyerang Assam dan Manipur India, kemudian membawa banyak orang Islam untuk menetap di Burma. Orang-orang Islam inilah yang kemudian berasimilasi untuk membentuk cikal bakal Muslim Burma. Selama kekuasaan raja Bagyidaw (1819-1837), Maha Bandula menyerang Assam dan membawa kembali 40.000 tawanan perang, kebanyakan dari mereka adalah kaum Muslimin.
     Pada umumnya masyarakat muslim di Burma terbagi dalam tiga komunitas yang berbeda, dan masing-masing komunitas muslim ini mempunyai hubungan yang berbeda-beda dengan mayoritas masyarakat Budha dan pemerintah. Komunitas muslim yang terdapat di Myanmar yaitu:
 1) Muslim Burma atau Zerbadee, merupakan komunitas yang paling lama berdiri dan berakar di wilayah Shwebo. Diperkirakan mereka merupakan keturunan dari para mubalig yang datang dari timur tengah dan Asia selatan serta penduduk muslim awal yang kemudian beranak pinak dengan masyarakat Burma.
2) Muslim India, Imigran Keturunan India, merupakan komunitas muslim yang terbentuk seiring kolonisasi Burma oleh Inggris.
3) Muslim Rohingya (Rakhine) yang bermukim di Negara bagian Arakan atau Rakhine, yang berbatasan dengan Bangladesh.
Pada masa itu sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara. Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma.
2.2.2. Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Burma
Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Burma (dicatat dalamHmannan Yazawin atau Glass Palace Chronicle ) adalah Byat Wi selama pemerintahan Mon, seorang Raja Thaton, sekitar tahun 1050 AD. Dia dibunuh bukan karena dia seorang Muslim, tetapi karena raja mengkhawatirkan kekuatannya.
2.2.3. Shwe Byin saudara dieksekusi
Kedua anak kakak Wi Byat Byat Ta, yang dikenal sebagai saudara Byin Shwe, adalah anak-anak dihukum mati karena mereka menolak untuk mematuhi perintah kerja paksa raja, mungkin karena kepercayaan agama mereka.  Tetapi yakin bahwa mereka membunuh bukan karena mereka Muslim atau karena mereka gagal untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan pagoda tetapi karena raja atau orang berjalan di koridor kekuasaan di istana khawatir tentang popularitas dan keterampilan. Ini jelas tercatat dalam Istana Kaca Chronicle dari Raja-raja Burma bahwa mereka tidak lagi dipercaya.
2.2.4. Pembunuhan Yaman Kan Nga
Rahman Khan (Nga Yaman Kan) adalah muslim lain dibunuh karena alasan politik, karena pengkhianatan kepada raja sendiri dan jelas bukan sebagai penganiayaan agama. Selama waktu perang, pahlawan nasional terkenal Raja Kyansittha dikirim pemburu sebagai penembak jitu untuk membunuh dia.
2.2.5. Pembantaian di Arakan
    Lain pembunuhan massal Muslim di Arakan mungkin bukan karena alasan religius, tapi mungkin karena hanya politik dan keserakahan.Shah Shuja adalah putra kedua dari Kaisar Mogul Shah Jahan yang membangun Taj Mahal yang terkenal dari India. Shah Shuja kehilangan saudaranya dan melarikan diri dengan keluarganya dan tentara ke Arakan. Raja Arakan Sandathudama (1652-1687 M), memungkinkan dia untuk menetap di sana. Dia ingin membeli kapal untuk pergi ke Mekah dan bersedia membayar dengan perak dan emas. Tetapi raja Arakan meminta putrinya dan juga menjadi serakah karena kekayaannya Akhirnya setelah upaya gagal diduga pada pemberontakan sultan dan semua pengikutnya tewas. Orang-orang terlihat memiliki jenggot, simbol Islam, dipenggal kepalanya, bukan karena mereka Muslim, tetapi karena mereka dengan mudah diidentifikasi dari orang lain dengan fitur ini. Wanita itu dimasukkan ke dalam penjara dan membiarkan mereka mati karena kelaparan. Oleh karena itu, pembantaian ditargetkan pada pengungsi muslim dari India bukan karena agama mereka, Islam, tetapi untuk alasan ekonomi atau politik.
2.2.6. Keadaan Muslim di Bawah Raja Bayintnaung
Muslim bertugas di bawah raja Burma Bayintnaung (1550-1589 M).]Pada tahun 1559 Masehi setelah menaklukkan Baru (Pegu) ia melarang umat Islam dari memiliki halal makan kambing dan ayam dengan tidak memungkinkan mereka untuk membunuh hewan-hewan ini dalam nama Allah .Dia menunjukkan beberapa intoleransi agama dan telah memaksa beberapa rakyatnya untuk mendengarkan khotbah Buddha dan beberapa bahkan kata yang akan dikonversi dengan kekerasan.Dia juga batasan tersebut Adha Edil, Kurbani pengorbanan sapi.
2.2.7. Keadaan Muslim di Bawah Raja Alaungpaya
Raja Alaungpaya (1752-1760) muslim dilarang untuk melakukan halal pada ternak.
2.2.8. Keadaan Muslim di Bawah Kekuasaan Raja Bodawpaya
Raja Bodawpaya (1782-1819) menahan empat terkenal Burma Muslim Moulvis (Imam) dari Myedu dan membunuh mereka di Ava, ibu kota, setelah mereka menolak untuk makan daging babi. Menurut Muslim Myedu dan Burma versi Islam ada tujuh gelap hari setelah eksekusi itu dan raja kemudian meminta maaf dan diakui mereka sebagai orang-orang kudus.
2.2.9. Sejarah dan Perkembangan Islam Rohingya
      Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar.Tapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941. Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara. Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma. Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni muslim Persia di Myanmar ini tercatat di buku Chronicles of China di 860. Umat muslim asli Myanmar disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein. Tapi komunitas muslim ini mulai berkurang seiring dengan bertambahnya populasi asli Myanmar. Pada abad ke-19, daerah Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India. Pada zaman Raja Bagan yaitu Narathihpate (1255-1286), pasukan muslim Tatar pimpinan Kublai Khan dan menguasai Nga Saung Chan. Kemudian, pasukan Kublai Khan ini menyerang daerah Kerajaan Bagan. Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga menguasai daerah Bamau.
     Daerah Arakan secara geografis terpisah dengan sebagian besar wilayah negara Myanmar yang menganut agama Buddha.Daerah tersebut dipisahkan oleh Gunung Arakan. Luas provinsi itu sekitar 20 ribu mil persegi dan Akyab adalah ibu kota provinsinya. Kata Arakan berasal dari Arkan (Rukun) yang telah dihuni Muslim selama lebih dari 350 tahun sebelum invasi Burma.
     Nama Rohingya yang kemudian diasosiasikan sebagai umat Muslim di Myanmar itu diambil dari nama kuno untuk daerah Arakan. Ada juga yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari kata“rahma” (rahmat) dalam bahasa Arab atau “rogha” (perdamaian) dalam bahasa Pashtun. Selain itu, ada pula yang mengaitkannya dengan wilayah Ruhadi Afghanistan yang dianggap sebagai tempat asal Rohingya.  Islam dikenalkan ke daerah itu oleh pedagang dari Arab yang datang pada abad pertama dalam kalender Hijriah. Kedatangan tersebut kemudian diikuti oleh banyak pedagang Muslim yang lain.
    Secara genealogis bangsa Rohingya adalah keturunan India. Mereka menempati Arakan sejak sebelum Masehi. Dahulu mereka pemeluk agama Hindu, Budha Mahayana dan Animisme.  Ketika para pedagang dari Arab datang ke Arakan tahun 788 M, mereka mulai pindah kepada agama Islam.  Pribumi India yang telah masuk Islam ini kemudian bergaul dengan para pemukim asing seperti Arab, Persia, Turki, Pathan, Bengali dan Mongolia. Pemukiman mereka terus berlanjut sepanjang sejarah. Oleh karena itu, Rohingya bukanlah masyarakat dari satu ras,  tetapi berasal multi-rasial.  Namun, sebagian besar Rohingya memang merupakan keturunan India.
     Pada 1406 M. Raja Naramakhbala yang merupakan penguasa Arakan, sedang dalam kondisi sulit karena mendapat serangan dari Raja Burma. Untuk bisa mengatasi situasi sulit itu, sang raja kemudian mengungsi dan meminta bantuan kepada Sultan Nasiruddin dari Bengal. Dalam prosesnya, setelah 24 tahun lamanya. Raja Naramkhbala kemudian memeluk Islam.Namanya pun berganti menjadi Suleiman Shah.Lalu, dengan bantuan dari Bengal, Raja Arakan itu berhasil merebut kembali kerajaannya dari Raja Burma.
     Tahun 1420 M adalah era monumental. Karena pada saat itulah, Arakan dideklarasikan sebagai sebuah negara Islam di bawah kepemimpinan Suleiman Shah.Kekuasaannya bertahan hingga 350 tahun. Hingga pada 1784, negara Arakan kembali dikuasai oleh Pasukan Buddha dari Burma. Arakan kemudian dimasukkan ke wilayah Burma karena takut dengan perkembangan penyebaran Islam. Peninggalan sejarah Islam berupa masjid dan madrasah dihancurkan. Tidak hanya itu, ulama dan da’i-pun dibunuh.
     Setelah itu daerah Arakan dikuasai Inggris pada tahun 1824. Pada tahun 1947 M, menjelang kemerdekaan Burma diadakan kofrensi di kota Peng Long untuk persiapan menyambut kemerdekaan. Semua etnis diundang dalam acara tersebut kecuali muslimin Rohingya untuk menjauhkan mereka dari kelangsungan sejarah dan penentuan nasib mereka. Pada tanggal 4 Januari tahun 1948 M, Inggris memberikan kemerdekaan kepada Burma dengan syarat memberikan kemerdekaan pula kepada seluruh etnis setelah 10 tahun. Pemerintah Burma sempat menjanjikan Arakan akan menjadi daerah yang diberikan otonomi khusus. Akan tetapi orang-orang Burma ingkar janji, di mana Burma terus menjajah muslim Rohingya Arakan serta melakukan praktek keji terhadap muslimin. Hak asasi manusia Muslim Rohingya dilanggar. Keadaan semakin buruk ketika Junta Militer berkuasa. Upaya pembersihan terhadap umat Muslim atau kaum Rohingya pun dilakukan. Mereka ingin mengganti populasi umat Muslim di daerah itu dengan populasi umat Buddha. Kemudian, dalam serangkaian serangan, Muslim dibunuh secara brutal dan dihapus paksa dari sebagian besar dari 17 kota di Arakan. Sekarang Muslim tersisa dalam 3 sampai 4 kota. Kehidupan mereka sehari-hari seperti di sebuah penjara terbuka.
      Dibandingkan dengan muslim Zerbadee dan muslim India, kedudukan muslim Rakhine (Rohingya) tergolong yang paling sukar. Salah satu akar konflik menahun itu adalah status etnis minoritas Rohingya yang masih dianggap imigran ilegal di Myanmar. Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status kewarganegaraan kepada mereka. Mereka merupakan komunitas yang paling miskin yang ada di Burma. Selain itu, mereka juga disulitkan oleh peperangan, dislokasi, dan perselisihan. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul terabaikan dan terpinggirkan.
    Dinamika Muslim Myanmar 1940-1970 Imigrasi India dan bangkitnya nasionalisme menciptakan ketegangan yang signifikan di antara ketiga komunitas muslim di Burma itu, begitu pula antara muslim dan mayoritas Budha. Sementara itu, banyak muslim India terlibat dalam berbagai organisasi dan perkumpulan-perkumpulan yang terkait dengan asal mereka di anak benua India. Kaum muslim Burma yang telah lama terbentuk cenderung mengambil sikap sama dengan mayoritas Budha dan mendukung gerakan nasionalis Burma. Muslim Rakhine tetap terlepas dari keduanya dan terus mengembangkan sejarah mereka sendiri, terpisah dari kedua komunitas lainnya.
    Setelah Burma merdeka pada 1948, ketiga komunitas muslim di atas memiliki peran yang berbeda. Komunitas yang pertama yaitu muslim Burma mendapat tempat dalam pemerintahan Perdana Menteri U Nu. Sedangkan kaum muslim India yang lebih berpandangan keluar dan berorientasi pada peniagaan merasa hidup lebih sulit setelah kemerdekaan. Mereka kemudian mencari persekutuan politik dengan politisi-politisi Burma atau kembali ke India dan Pakistan. Setelah nasioalisasi ekonomi besar-besaran oleh pemerintahan Dewan Revolusioner Ne Win pada 1963, ratusan ribu orang Asia Selatan, termasuk kaum muslim, kembali ke Negara asal mereka. Namun, masih terdapat komunitas muslim dalam jumlah yang signifikan tersisa di Yangon dan kota-kota lain di selatan Myanmar.
     Dibandingkan dengan muslim Zerbadee dan muslim India, kedudukan muslim Rakhine (Rohingya) tergolong yang paling sukar. Mereka merupakan komunitas yang paling miskin yang ada di Burma.Mereka selalu ditolak status kewarganegaraannya, juga berbagai akses sekolah dan rumah sakit.Selain itu, mereka juga disulitkan oleh peperangan, dislokasi, dan perselisihan. Pada tahun 1942 terjadi peristiwa yang sangat memilukan bagi umat Islam, gerakan anti Islam yang dilancarkan oleh penganut Budha melakukan pembantai besar-besaran terhadap muslim di Arakan yang mengakibatkan kematian sekitar 100.000 umat Islam sedangkan sebagian lainnya mengalami cacat dan tidak diizinkan untuk menempati rumah dan tanah mereka sendiri. Akibat penindasan dan diskriminasi yang mereka alami, setelah perang dunia II kaum muslim ini menuntut agar bagian utara dari wilayah Arakan yaitu Buthidaung dan Maungdaw yang mereka tempSSati dimasukkan ke Pakistan. Namun pemerintah menolak tuntutan tersebut, sehingga terjadilah perselisihan bersenjata antara pasukan “Mujahid” yang dibentuk oleh muslim Rohingya dengan pasukan pemerintah.
2.2.10. Kelompok muslim lainnya di Myanmar
Berusaha Mencari Ketenangan Etnis muslim lainnya yaitu Hui-hui di Myanmar semakin menunjukkan kecenderungan membaur, sehingga mereka tidak terlalu terlihat sebagai sebuah komunitas muslim yang menonjol. Hal ini dilakukan sekedar demi kepentingan pragmatis akibat trauma pembantaian di berbagai daerah. Jumlah mereka pun terbilang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok muslim lainnya yang membentuk komunitas tersendiri sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Mereka kebanyakan berprofesi sebagai pedagang dan penyedia jasa di kota belahan tengah dan utara negeri itu. Selain itu kecenderungan kelompok Huihui untuk memilih pasangan perkawinan dari kelompok Burma yang lain yang meningkat tahun 1970-an, membuat Huihui sudah sangat membaur sekali dengan masyarakat Myanmar, sehingga etnis muslim ini mungkin sudah tidak begitu relevan dalam kajian perkembangan masyarakat muslim di Myanmar saat ini.
2.2.11. Tantangan Masa Depan Muslim di Myanmar
Tantangan Muslim kedepan yang dihadapinnya dapat dilihat dari konflik-konflik yang telah terjadi, yaitu diantaranya usaha untuk  menuntut mendapatkan otonomi dari pemerintah. Terfokus pada Muslim India di Myanmar yang paling mendapatkan siksa dari orang Budha/pemerintahan di Myanmar. Sehingga masalah perekonomian atau perdagangan Muslim India  yang mungkin masih dikuasai Pemerintah Myanmar dimasa yang akan datang dapat diselesaikan. Selain itu di bidang pendidikan, yaitu harapan akan adanya materi pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah negeri/pemerintahan/kerajaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya organisasi seperti RNLF, KMNLF dan KNLA diharapkan mampu mengatasi problem Muslim masa yang akan datang di Myanmar.
2.2.12. Respon Pemerintahan Myanmar Terhadap Islam di Myanmar.
Setelah Kemerdekaan Myanmar Setelah Myanmar merdeka dari British pada tahun 1948, pemerintah Myanmar senantiasa waspada terhadap kedudukan Muslim yang penting di ibu kota Negara. Kemudian Muslim juga banyak yang mempunyai jabatan penting di pemerintahan disamping keterlibatan mereka dalam urusan perniagaan yang membuat Muslim memperoleh kemewahan dari hasil perdagangan. Hal ini telah melahirkan sentimen bagi pemerintah Myanmar dan akhirnya terjadilah kontroversi antara Muslim dengan orang Myanmar yang berakibat banyaknya nyawa orang-orang Islam yang menjadi korban.
Rasa sentimen yang begitu mendalam juga menyebabkan munculnya tindakan keganasan dari pemerintah Myanmar terhadap orang Muslim tanpa perikemanusiaan. Tahun 1930-an merupakan permulaan era kemelaratan dan penindasan bagi orang-orang Islam di Myanmar. Beberapa serangan kejam telah dilakukan terhadap Muslim pada tahun 1931 sampai 1938 dan serangan yang paling ganas serta kejam telah terjadi di Yangon dan Mandanay. Di perkirakan dalam peristiwa tersebut sebanyak 200 orang Muslim terbunuh akibat keganasan tentara Myanmar. Tanah-tanah Muslim dirampas, pemerintah dengan masyarakat Buddha juga menindas masyarakat Islam dengan memeras uang dan memaksa mereka memberi opeti serta memenjarakan mereka dengan sewenang-wenang. Sebagian umat Islam di usir dan tidak boleh kembali kekampung halamannya. Menjelang tahun 1971 dan tahun-tahun berikutnya, kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Muslim terus meningkat tajam. Pada tahun 1977 pemerintah Myanmar melancarkan Operasi Raja Min yang juga dikenal dengan Operasi Naga Min, yaitu operasi benci untuk memeriksa semua penduduk dan mengklasifikasikan mereka kepada dua kategori, yaitu penduduk Burma dan rakyat asing. Orang-orang Buddha mulai di tempatkan di daerah-daerah Muslim dan mesjid-mesjid dibakar, gedung-gedung perniagaan milik orang-orang Islam di kota Akyab juga dibakar. Orang-orang Islam diejek, dipukul dan dibunuh sewenang-wenang, wanita-wanita diperkosa serta sebagian besar dipaksa menikah dengan tentara Myanmar yang beragama Buddha. Kondisi yang lebih parah lagi pada tahun 1964 orang Muslim tidak dibenarkan lagi melaksanakan ibadah haji, walaupun pada tahun 1980 kebijakan itu dicabut tetapi perbelanjaannya sangat mahal dan terpaksa melalui berbagai prosedur yang sangat rumit.
Perlawanan Muslim Perlakuan pemerintah Myanmar yang tidak baik terhadap Muslim telah membangkitkan semangat Muslim untuk melakukan pemberontakan dan perlawanan terhadap pemerintah Myanmar. Apalagi keinginan otonomi tidak mendapat sahutan dari pemerintah yang sangat kejam, semakin membuat Muslim sadar karena mereka sudah diotak atik oleh pemerintah sesuai seleranya. Puncak perlawanan Muslim terjadi pada tahun 1948 berlanjut sampai tahun 1954 yang dikenal dengan Pemberontakan Mujahid yang dipimpin oleh Kasim. Namun Kasim akhirnya tertangkap, tetapi perjuangan umat Islam terus berjalan sampai tahun 1961 dalam memperjuangkan kemerdekaan dari pemerintah. Perjuangan yang pada mulanya sempat memudar akhirnya pada dekade 1970-an dan 1980-an kembali aktif. Semenjak itu, perlawanan umat Islam tidak henti-hentinya terhadap pemerintah yang selalu bertindak zalim terhadap umat Islam. Kemudian semenjak tahun 1980, Muslim dari daerah lain dipaksa keluar dari Myanmar dengan penganiayaan yang tidak kalah pelaknya dan ribuan Muslim lari ke Thailand dan Malaysia. Kondisi Muslim di Myanmar saat ini, mereka sangat teraniaya tidak mendapatkan tempat yang sama dalam urusan pekerjaan. Adapun dalam bidang pendidikan, mereka kalau sekolah di sekolah umum tidak akan mendapatkan pelajaran agama, sedangkan kalau sekolah di sekolah agama (Islam) mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja di pemerintahan sebagaimana alumni pelajar umum lainnya.  Burma Beberapa Fakta Yang Disisihkan Myanmar yang dulu dikenal dengan Burma adalah negera yang mayoritas penduduknya beragama Budha (lebih 85 %), minoritas kristen (kurang dari 4,5 %), Hindu (1,5%) yang sebagian besar tinggal di luar bandar. Populasi muslim terbesar adalah Rohingya (sekitar 3,5 juta orang). Penduduk muslim sebagian besar tinggal di Rakhine (dulu Arakan) yang berbatasan dengan Bangladesh. Sejak puluhan tahun dahulu, ratusan ribu kaum Muslimin Rohingya melarikan diri ke Bangladesh disebabkan kekejaman pemerintahan Burma dan penganut Buddha terhadap mereka. Selain Bangladesh, mereka juga melarikan diri ke Pakistan, Arab saudi, UAE, Thailand dan Malaysia untuk berlindung dan sebahagian besar dari mereka masih berstatus pelarian hingga kini. Penolakan Bangladesh dan negara muslim lainnya termasuk Malaysia membuat kaum muslim Rohingya dipaksa kembali ke Birma. Nasib mereka bertambah menderita, setelah tahun 1982 pemerintah junta Burma meloloskan satu undang-undang yang dinamakan “Burma Citizenship Law of 1982”. Undang-undang ini bersifat sentimen keagamaan dan penuh diskriminasi. Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warganegara, malah diberi julukan ‘pendatang’ di tanah air mereka sendiri. Setelah itu, keseluruhan hak mereka dinafikan dan kaum Muslimin ditangkap secara besar-besaran, dipukul, disiksa dan dijadikan buruh paksa. Kaum muslimah Rohingya pun dilecehkan beramai-ramai dengan cara yang ganas. Pada tahun 2003, buku-buku dan pita-pita rakaman yang menghina Islam dan kaum Muslimin bisa didapati dengan mudah di seluruh Burma, malah ada yang dibagi-bagikan secara gratis. Pemerintah Burma percaya dapat menguasai Arakan selamanya jika Arakan berhasil diubah menjadi negeri Buddha sepenuhnya. Hasilnya, rakyat Burma dan penganut Buddha di Arakan khususnya yang telah diracun pemikiran mereka ini terus-terusan berusaha menghapuskan Islam dan kaum Muslimin Arakan. Pada tahun 2004, Muslim Rohingya telah dipaksa untuk mengamalkan ajaran Buddha dan dipaksa ikut upacara Buddha . Mereka dipaksa menyumbang uang di dalam setiap acara Buddha yang sering dilakukan. Kawasan ibadat kaum Muslimin juga sering dicemari dengan dijadikan tempat mengubur mayat penganut Buddha. Sementara kaum Muslimin dipaksa membayar biaya penguburan mayat saudara mereka yang meninggal. Arakan Utara dijadikan zone tentara dengan pelbagai kezaliman yang mereka lakukan atas kaum Muslimin. Muslim dieksploitasi menjadi buruh paksa untuk membangun asrama tentara, jalan, jambatan, tambak, pagoda, gudang, kolam dan sebagainya tanpa bayaran apa-apa. Kaum wanita pula mengalami ketakutan dengan peristiwa pemerkosaan yang sering terjadi di kawasan tersebut, baik oleh tentera atau pihak kontraktor yang ada. Demikianlah sebahagian dari penderitaan saudara-saudara kita di Myanmar yang tidak mendapat perhatian dan tidak terbela. Masyarakat dunia hanya cendrung hanya hirau terhadap kekejaman yang dilakukan terhadap pengunjuk rasa dari pendeta Budha. Begitu juga dengan para pemimpin kaum Muslimin yang nampaknya sangat bersimpati dan menunjukkan sokongan terhadap perjuangan demokrasi rakyat Myanmar, namun mereka tidak memperhatikan penderitaan dan kesengsaraan saudara seagama mereka yang semakin hari semakin mengerikan. Para pemimpin kaum Muslimin berusaha menyuarakan sokongan dan menuntut pembebasan seorang pemimpin demokrasi (Aung San Suu Kyi) yang dikenakan tahanan rumah. Namun mereka diam seribu bahasa terhadap ratusan ribu saudara-saudara mereka yang dibunuh dan yang sedang tersiksa dipenjara-penjara Myanmar.










BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan                                                                                                                   
Bukti lain menyebutkan bahwa sebenarnya Islam masuk ke Viet­nam mulai akhir abad ke-11, yang dibawa oleh para pedagang India, Arab dan Persi yang singgah ke kawasan itu. Namun jumlah pemeluk Islam di Vietnam mulai meningkat ketika Kesultanan Malaka memperluas wilayah di saat Kerajaan Champa runtuh pada tahun 1471. Namun Islam belum menjadi agama yang dikenal secara luas di kalangan Cham sampai pertengahan abad ke-17. Islam baru mulai dikenal dan jumlah pemeluknya bertambah ketika sekitar pertengahan abad ke-19, banyak Muslim Cham beremigrasi dari Kamboja dan menetap di daerah Sungai Mekong.
        Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055 yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady Burma, yang terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke 9, sebelum pendirian imperium pertama Burma oleh Raja Anawrahta dari Bagan.Para saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin.Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu.Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan.
3.2. Saran
Betapa teraniayanya saudara-saudara kita yang berada di Myanmar sana, pemimpinnya pun tak mempedulikan nasib mereka yang teraniaya dan dibunuh. Karena demi demokrasi pemimpinnya tidak mempunyai belaskasian lagi terhadap saudara-saudara seagamanya.
Oleh karena itu kita sebagai umat islam, marilah mempertahankan dan menegakkan agama islam yang sesungguhnya, agar allah SWT selalu memberikan pertolongannya terhadap kita semua dalam menjalankan agama kita. Dan juga kita mendo’akan agar saudara-saudara kita yang ada di Myanmar sana selalu mendapat pertolongan dari allah SWT.



DAFTAR PUSTAKA

Helmiati. 2011. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Zanafa Publishing
http://wartasejarah.blogspot.com/2014/07/sejarah-masuknya-islam-ke-burma-myammar.html









                                                                                                                                                                          


                                                                                                                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MODAL KERJA DALAM KEUANGAN SYARIAH

MODAL KERJA DALAM KEUANGAN SYARIAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembiayaan merupakan salah satu tugas po...