Kamis, 02 November 2017

PPKN (OTONOMI DAERAH)



OTONOMI DAERAH
1.1 Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian Otonomi Daerah secara Umum
Untuk memahami pengertian otonomi daerah, kita harus mengetahui lebih dahulu arti otonomi. Kata otonomi (autonomy dalam bahasa Inggris) diambil dari dua suku kata bahasa Yunani, yakni kata "autos" berarti "sendiri" dan kata "nomos" berarti "aturan". Jadi, otonomi dapat didefinisikan sebagai mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Jika dipadukan dengan kata daerah (menjadi otonomi daerah) maka definisi ini dapat berkembang menjadi daerah mengatur atau memerintah sendiri. Pengertian ini tidaklah berarti sebagai kemerdekaan suatu daerah atas pemerintahan pusat, melainkan lebih dimaksudkan kepada kemandirian atau kebebasan suatu daerah untuk mengatur sendiri pemerintahan di daerahnya.

Sedangkan, dalam Encyclopedia of Social Science, istilah otonomi diartikan sebagai the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Jadi, jika merujuk pada kamus tersebut, maka otonomi daerah dapat didefinisikan sebagai seperangkat wewenang sah yang secara mandiri dimiliki oleh suatu daerah, bersifat pemerintahan sendiri dan diatur oleh hukum atau aturan sendiri. 

Selain itu, pengertian otonomi daerah dapat juga ditemukan dalam kamus istilah dan kamus politik. Dalam kamus istilah, otonomi daerah diartikan sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengurus atau mengatur urusan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri yang didasarkan pada aspirasi masyarakat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan, dalam kamus politik, otonomi daerah adalah hak yang dimiliki daerah untuk mengatur sendiri urusan dan kepentingan daerahnya atau organisasinya menurut hukum sendiri.
Pengertian Otonomi Daerah Menurut UU No. 34 tahun 2004
Pengertian otonomi daerah ditemukan juga dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa:
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jadi, berdasarkan UU No. 34 tahun 2004 ini, daerah yang melaksanakan otonomi daerah disebut dengan daerah otonom. Daerah otonom tersebut memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dimana seluruh pengaturan dan pengurusan tersebut harus sejalan dengan rambu-rambu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian Otonomi Daerah Menurut para Ahli 
Pengertian otonomi daerah telah dijelaskan juga oleh para ahli. Beberapa ahli, seperti Mahwood, Sunarsip, Kansil, Syafruddin, dan Widjaja, masing-masing memberikan sumbangan pemikiran tentang apa itu otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:
  • Menurut Mahwood: Otonomi daerah adalah seperangkat hak dari masyarakat untuk memperoleh perlakukan dan kesempatan yang sama dalam memperjuangkan dan mengekspresikan kepentingan mereka, serta turut serta dalam mengontrol penyelenggaraan pemerintahan daerah.
  • Menurut Sunarsip: Otonomi daerah adalah wewenang daerah untuk mengurus dan mengatur semua kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri yang berlandaskan pada aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Menurut Kansil: Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang dimiliki daerah dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Menurut Syafruddin: Otonomi daerah adalah kemampuan yang dimiliki oleh daerah, yang bersifat pemerintahan sendiri yang diurus dan diatur oleh peraturan-peraturan sendiri.
  • Menurut Widjaja: Otonomi daerah hakikatnya adalah bentuk desentralisasi pemerintahan dengan tujuan untuk memenuhi seluruh kepentingan bangsa, dengan cara mendekatkan tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur seperti yang dicita-citakan bersama.
1.2 Sejarah Otonomi Daerah
Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat. Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan. Kemudiaan Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading[1]. Bahwasannya di dalam UU No. 1 Tahun 1945 merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah Pemerintahan dimana Kerajaan-kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonialisme. UU ini menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. UU ini ditetapkan 3 jenis daerah otonom, yaitu keresidenan kabupaten dan kota. Kemudiaan UU No. 22 Tahun 1948 yaitu Undang-Undang berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Ditetapkan 2 jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta 3 tingkatan daeran otonom yaitu propinsi, kabupaten/kota besa & desa/kota kecil. Penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah.


1.3 Visi Otonomi Daerah
Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya.
           Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagilahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnyapenyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini partisipasi masyarkat begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota.
           Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota. Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
           Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
           Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.

1.4 Arti Penting Otonomi Daerah
            Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah meporak-porandakn seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negeri ini yang telah di bngun cukup lama. Krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh system manejement Negara dan pemerintah yang sentralisasikan oleh system manejement Negara dan pemerintah yang sentralistik, di mana kewenangan dan pengelolahan segala sector pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat. Sementara daerah tidak , memiliki kewenangan untuk mengelolah dan mengatur daerahnya.
            Sebagai respon dari krisis tersebut pada masa reformasi di canangkan suatu restrukturaisasi system system pemerintah yang cukup penting yaiut melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Paragdima lam dalam menejemen Negara dan pemerintah yang berporos pada sentralisme kekuasaan diganti menjadi kebijakan otonomi yang berpusat pada desentralisme,
            Desentralisme dianggap dapat menjawab tuntutan pemerintah, pembangunan social ekonomi, penyelenggaraan pemerintah dan pemabangunan kehidupan berpolitik yang efektif. Ada beberapa alas an mengapa Indonesia membutuhkan desentralisasi. Pertama, kehidupan berbngsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta (jakrta Centris). Sementara itu pembanhunann di beberapa wialyah lain dilalaikan. Kedua pembagian kekayaan sebara tidak adil dan merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan yang melimpah, seperti Aceh, Riau, Irian Jaya (papua), Klimantan, dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah, Ketiga, kesenjangan social antara satu daerah dengan daerah lain sengat terasa.

1.5 Pengertian Sentralisasi, Desentralisasi, dan Dekonsentrasi1.5.1 Pengertian dan Penjelasan Sentralisasi
Sentralisasi adalah sebuah penyerahan kekuasaan dan juga wewenang pemerintahan secara penuh kepada pemerintah pusat. Pemerintahan pusat yang dimaksud dalam hal ini adalah presiden dan juga dewan kabinet.

Yang dimaksud dengan kewenangan adalah kewenangan politik serta kewenangan administrasi. Kewenangan politik merupakan sebuah kewenangan yang membuat dan juga memutuskan kebijakan,.

Sedangkan yang dimaksud dengan kewenangan administrasi adalah sebuah kewenangan dalam melaksanakan kebijakan.

Kelemahan (Sistem Sentralisasi)

Kebijakan-kebijakan serta keputusan untuk daerah tergantung pada pusat, sehingga butuh waktu lama untuk melakukan sistem tersebut.

Selain kendala tersebut, karena semua bentuk pemerintahan ada di pusat, itu akan memberikan beban kerja yang lebih tinggi karena pekerjaan daerah akan menjadi semakin menumpuk.

Contoh sistem sentralisasi :
  • Bagian lembaga keamanan negara Indonesia seperti TNI, mereka melaksanakan perlindungan kepada Indonesia memalui tiga titik pusat, yaitu darat, udara, dan laut.
  • Bank Indonesia, yang menjadi pusat dari semua pengaturan kebijakan moneter dan juga fiskal
.1.5.2 Pengertian dan Penjelasan Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang atau kebijakan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur pekerjaannya secara sendiri, namun tidak untuk keseluruhan, kemananan, hukum dan juga kebijakan fiskal adalah beberapa dari hal yang masih terpusat di pemerintahan pusat, tapi masih ada pendelegasian (mempercayakan tugas) terhadap suatu daerah. 

Desentralisasi merupakan sebuah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah menurut Undang-Undang nomor 5, 1974. Pelimpahan wewenang kepada pemerintahan daerah tersebut dilakukan, semata- mata adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang lebih efisien.

Pelimpahan atau pemberian wewenang tersebut menghasilkan sebuah
otonomi. Otonomi merupakan kebebasan masyarakat itu sendiri untuk mengatur serta mengurus kepentingannya sendiri.

Secara sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa delegasi (pelimpahan atau pemberian) kewenangan pemerintah pusat ke daerah tersebut dapat membuat hal yang disebut desentralisasi dan bentuk aplikasi, yaitu otonomi.

Arti dari hal itu adalah semua hal-hal yang telah diberikan pemerintah pusat, kewenangan dan tanggung jawab menjadi tanggung jawab daerah itu sendiri, baik dari segi implementasi kebijakan, perencanaan, dan pendanaan.
Contoh sistem desentralisasi :
  • Dinas Pendidikan menjadi pengatur bagaimana pola pendidikan yang akan dijalankan.
1.5.3 Pengertian dan Penjelasan Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan atau pemberian wewenang administrasi dari suatu pemerintah pusat kepada suatu pejabat didaerah. Perlu diketahui bahwa pelimpahan wewenang tersebut hanya kewenangan administrasi saja, untuk kewenangan politik tetap di tangan pemerintah pusat.

Perpaduan kombinasi antara sentralisasi dan desentralisasi bisa disebut dengan dekonsentrasi.

Contoh sistem dekonsentrasi :
  • Kantor pelayanan pajak untuk masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MODAL KERJA DALAM KEUANGAN SYARIAH

MODAL KERJA DALAM KEUANGAN SYARIAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembiayaan merupakan salah satu tugas po...